Abdul Muhari juga menegaskan bahwa pemantauan visual dan instrumental terhadap Gunung Merapi masih menunjukkan adanya aktivitas vulkanik yang tinggi.
Saat ini, Merapi masih berada dalam fase erupsi efusif, yaitu proses keluarnya magma secara perlahan dalam bentuk lava dan material guguran.
Meskipun tidak disertai dengan letusan eksplosif, fase ini tetap berpotensi menimbulkan bahaya, terutama jika terjadi perubahan mendadak dalam tekanan magma.
Dengan mempertimbangkan seluruh data dan analisis yang tersedia, status aktivitas Gunung Merapi tetap ditetapkan pada Level III atau Siaga.
BNPB mengingatkan masyarakat dan pihak terkait untuk tetap waspada terhadap potensi bahaya awan panas guguran, khususnya di sektor selatan hingga barat daya.
Wilayah yang berisiko tinggi meliputi alur Sungai Boyong dengan potensi luncuran maksimal hingga 5 kilometer, serta Sungai Bedog, Krasak, dan Bebeng yang bisa terdampak hingga 7 kilometer dari puncak.
Di sektor tenggara, potensi bahaya juga mengancam alur Sungai Woro dengan jarak ancaman hingga 3 kilometer, dan Sungai Gendol hingga 5 kilometer.
Selain itu, jika terjadi letusan eksplosif, material vulkanik seperti batu pijar dan abu panas dapat terlontar hingga radius 3 kilometer dari puncak Merapi, menambah kompleksitas risiko yang harus diantisipasi.
Dengan kondisi yang masih dinamis dan berpotensi berubah sewaktu-waktu, masyarakat di sekitar lereng Merapi diimbau untuk terus mengikuti informasi resmi dari BPPTKG dan BNPB.
Kesiapsiagaan, pemahaman terhadap potensi bahaya, serta koordinasi antarinstansi menjadi kunci utama dalam menghadapi aktivitas vulkanik Merapi yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda.