Manusia akan panik, berlarian tanpa arah, bahkan mati dalam ketakutan sebelum sempat kembali kepada keluarganya.
Bumi akan mengeluarkan isi perutnya berupa gas dan api, gunung-gunung beterbangan, dan benda-benda langit berjatuhan.
Dalam suasana seperti ini, seorang ibu bisa melupakan anak yang sedang disusuinya, dan wanita hamil bisa mengalami keguguran karena ketakutan.
Manusia akan tampak seperti orang mabuk, bukan karena minuman, tetapi karena kedahsyatan azab yang tak terbayangkan.
Fokus pada Diri Sendiri
BACA JUGA:Bikin Merinding! Ramalan Baba Vanga tentang Kiamat 2025, Begini Prediksinya
Pada hari itu, tidak ada yang bisa menolong selain amal perbuatan masing-masing.
Tidak ada ruang untuk memikirkan orang lain, bahkan keluarga terdekat sekalipun.
Setiap jiwa akan berdiri sendiri di hadapan Allah SWT, menanti keputusan akhir: surga atau neraka.
Inilah alasan utama mengapa manusia lari dari keluarganya di hari kiamat.
Bukan karena hilangnya cinta, tetapi karena rasa takut dan kesibukan luar biasa dalam menghadapi hisab.
Iman kepada Hari Akhir
Memahami hari kiamat tidak cukup hanya dengan mengetahui bahwa dunia akan hancur.
Dalam buku Fitnah & Petaka Akhir Zaman karya Abu Fatiah al-Adnani (2007), dijelaskan bahwa iman kepada hari akhir mencakup tiga aspek penting:
- Iman kepada tanda-tanda kiamat, seperti munculnya Dajjal, turunnya Nabi Isa, dan terbitnya matahari dari barat.
- Iman kepada peristiwa kiamat itu sendiri, yaitu kehancuran total alam semesta.
- Iman kepada kehidupan setelah kiamat, termasuk Yaumul-Ba’ats (hari kebangkitan), Yaumul-Mahsyar (hari dikumpulkan), Yaumul-Mizan (hari penimbangan amal), dan kehidupan kekal di akhirat.
Setelah dibangkitkan, manusia akan dikumpulkan di Padang Mahsyar, lalu diadili.
Hasil pengadilan ini akan menentukan nasib abadi: surga penuh kenikmatan atau neraka penuh siksaan.
Fenomena manusia lari dari keluarganya di hari kiamat mengandung hikmah mendalam.