bacakoran.co - indonesia memasuki tahun 2025 dengan kebijakan yang mengundang perhatian publik, penetapan 27 hari sebagai libur nasional dan cuti bersama.
dengan keputusan ini, indonesia menjadi negara dengan jumlah hari libur terbanyak di asean, melampaui negara-negara tetangga yang memiliki jadwal libur lebih terbatas.
keputusan ini tentu membawa dampak besar bagi berbagai sektor, baik positif maupun negatif.
dari sisi positif, industri pariwisata diperkirakan akan mengalami lonjakan signifikan.
dengan lebih banyak waktu luang, masyarakat memiliki kesempatan lebih besar untuk bepergian, mengunjungi destinasi wisata.
serta menikmati berbagai pengalaman rekreasi yang sebelumnya mungkin sulit dilakukan akibat keterbatasan waktu.
ini berpotensi meningkatkan pendapatan bisnis pariwisata, mulai dari hotel, restoran, hingga sektor transportasi yang berkaitan dengan perjalanan wisata.
selain itu, para pekerja mendapatkan waktu istirahat lebih panjang, yang dapat meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup mereka.
dalam jangka panjang, istirahat yang cukup berpotensi mengurangi tingkat stres dan meningkatkan keseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi.
namun, di sisi lain, jumlah hari libur yang tinggi juga menimbulkan kekhawatiran terkait produktivitas tenaga kerja.
beberapa pihak mempertanyakan dampak dari kebijakan ini terhadap performa ekonomi nasional.
terutama karena pengurangan hari kerja bisa berarti penurunan output produksi dalam berbagai sektor.
wakil ketua umum koordinator bidang pembangunan manusia, kebudayaan, dan pembangunan berkelanjutan kadin indonesia, shinta widjaja kamdani, menyampaikan kekhawatirannya mengenai dampak jumlah hari libur terhadap produktivitas nasional.
menurutnya, tingginya jumlah hari libur dapat berkontribusi pada rendahnya produktivitas dalam kuartal kedua tahun ini.
"kita harus bisa menghitung kembali jumlah hari kerja efektif, karena ini punya dampak sangat besar," ujarnya dalam sesi wawancara daring pada jumat, 13 juni 2025.
pernyataan ini mencerminkan kebutuhan untuk mengkaji keseimbangan antara libur dan produktivitas secara lebih cermat.
selain itu, ekonom sekaligus pakar kebijakan publik dari universitas pembangunan nasional veteran jakarta, achmad nur hidayat, menyoroti bahwa tantangan utama bukan hanya soal banyaknya hari libur, melainkan bagaimana manajemen kerja dan libur diterapkan.
ia mengungkapkan bahwa indonesia masih menghadapi kendala dalam efisiensi kerja.
"kita sering terjebak dalam mentalitas kerja panjang, bukan kerja cerdas. banyak kantor masih menghargai kehadiran fisik ketimbang hasil konkret," jelasnya dalam wawancara pada sabtu, 14 juni 2025.
sebagai perbandingan, produktivitas tenaga kerja di indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara asean lainnya.
malaysia memiliki produktivitas sebesar usd 30,1 per jam kerja, sedangkan singapura mencapai usd 68,6, angka yang jauh lebih tinggi.
perbedaan ini mengindikasikan bahwa masalah produktivitas bukan hanya soal jumlah jam kerja, tetapi juga efektivitas serta struktur kerja yang diterapkan di tiap negara.
dalam konteks ini, banyak pihak menekankan perlunya reformasi dalam dunia kerja indonesia, termasuk transisi menuju sistem kerja yang lebih berbasis hasil daripada kehadiran fisik.
tanpa adanya perubahan signifikan dalam pola kerja dan insentif untuk meningkatkan efisiensi, jumlah hari libur yang tinggi bisa menjadi tantangan tersendiri bagi pertumbuhan ekonomi.
oleh karena itu, kebijakan ini perlu diikuti dengan strategi konkret untuk menjaga keseimbangan antara liburan dan produktivitas kerja.