bacakoran.co

Tarif Impor Turun, Risiko Inflasi dan PHK Meningkat: Evaluasi Kesepakatan Perdagangan Indonesia-AS

Tarif Impor Turun, Risiko Inflasi dan PHK Meningkat: Evaluasi Kesepakatan Perdagangan Indonesia-AS--detikFinance - detikcom

BACA JUGA:Kecelakaan Tragis di Subo! Tiga Truk Bertabrakan, Faktor Kantuk Jadi Sorotan

Tidak berhenti di situ, dampaknya terhadap sektor tenaga kerja pun mengkhawatirkan. 

Dengan masih adanya tarif sebesar 19 persen, daya saing produk manufaktur Indonesia akan tergerus, khususnya ke pasar AS. 

Menurut Achmad, sektor padat karya seperti tekstil, sepatu, dan elektronik berisiko mengalami penurunan pesanan, yang pada akhirnya dapat menyebabkan penurunan produksi hingga PHK jika situasi tidak segera diatasi.

Dampak lainnya yang tak kalah krusial adalah potensi terjadinya inflasi. Jika ekspor melemah sementara impor melonjak, neraca pembayaran akan terganggu dan tekanan terhadap nilai tukar rupiah pun tak terhindarkan. 

BACA JUGA:Prabowo Buka-bukaan Soal Tarif AS: Nego dengan Trump Nggak Gampang, Tapi Berhasil!

BACA JUGA:Siap-siap, Kemenkeu Akan Kejar Pajak Lewat Sosmed, Begini Cara DJP Meninjau!

“Pelemahan rupiah akan menaikkan harga barang impor lain, mendorong inflasi, dan mengurangi daya beli masyarakat,” pungkas Achmad. 

Karena itu, ia menyimpulkan bahwa strategi seperti ini hanya akan memperbesar ketergantungan pada pasar dan produk AS, yang tentu bukan langkah strategis untuk jangka panjang. 

Bahkan jika AS menurunkan tarif lebih lanjut menjadi 10 persen atau 5 persen, namun tetap menyertakan syarat pembelian besar, maka itu tetap bukan win-win solution.

Menanggapi hal ini, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi justru menyebut bahwa penurunan tarif dari 32 persen menjadi 19 persen adalah sebuah pencapaian luar biasa. 

BACA JUGA:Ngeri! Ada Belatung di Makan Bergizi Gratis, Pemerintah Diminta Turun Tangan!

BACA JUGA:Kamu Peserta PPG Kemenag Angkatan I ? Cek LMS Kamu, 69.757 Guru Dinyatalan Lulus

“Dari tarif awal itu turun ke 19 persen, jadi lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain di ASEAN," ucap Hasan. 

Meski isi kesepakatan lengkap belum dipublikasi, sinyal kerja sama positif antara Presiden RI dan Presiden AS semakin menguat. 

Tarif Impor Turun, Risiko Inflasi dan PHK Meningkat: Evaluasi Kesepakatan Perdagangan Indonesia-AS

Ayu

Ayu


bacakoran.co - dalam waktu yang cukup singkat, yakni kurang dari tiga minggu, pemerintah indonesia berhasil membuat publik terkejut lewat pencapaian diplomatik yang tidak terduga. 

usulan penurunan tarif resiprokal dari amerika serikat (as) terhadap produk indonesia telah disetujui dan kini berada di angka 19 persen. 

meski dianggap sebagai keberhasilan di tingkat negosiasi perdagangan internasional, tak sedikit suara masyarakat yang mengungkapkan kekhawatiran atas dampak yang mengiringi keputusan tersebut.

penurunan tarif tersebut memang tampak menggembirakan, namun di balik kabar baik itu terselip sejumlah persyaratan yang cukup memberatkan. 

pemerintah indonesia diwajibkan untuk membeli produk-produk dari as dalam jumlah yang sangat besar.

angkanya pun fantastis, yaitu sebesar usd 15 miliar untuk energi, usd 4,5 miliar untuk produk pertanian, dan pembelian 50 pesawat boeing seri 777. 

ketika informasi ini tersebar ke publik, gelombang kritik dan kecemasan pun tak terelakkan dari berbagai kalangan, termasuk para ekonom, pelaku industri, hingga masyarakat umum.

pasalnya, banyak pihak menilai bahwa kesepakatan ini secara sepintas justru menunjukkan ketimpangan dalam relasi perdagangan antara indonesia dan as. 

bukannya saling menguntungkan, indonesia justru terlihat seperti dipaksa untuk berbelanja besar demi mendapat potongan tarif yang masih tergolong tinggi. 

hal ini diamini oleh ekonom sekaligus pakar kebijakan publik universitas pembangunan nasional veteran jakarta, achmad nur hidayat. 

“dalam teori perdagangan internasional, tarif digunakan untuk melindungi kepentingan nasional dan memperkuat posisi tawar domestik. padahal barang-barang as masuk ke pasar indonesia bebas tarif dan bebas hambatan non-tarif,” katanya, dikutip bacakoran.co dari disway, kamis (17/7). 

achmad juga memaparkan bahwa skema ini malah memberikan keuntungan berlipat bagi as. 

di satu sisi, mereka berhasil menurunkan defisit perdagangan dengan menjual lebih banyak barang ke indonesia, namun tetap memungut tarif impor sebesar 19 persen terhadap produk indonesia. 

sebuah situasi yang menurutnya jauh dari kata adil. 

“seharusnya, negosiasi perdagangan yang adil adalah nol persen versus nol persen: barang kita bebas masuk pasar mereka, barang mereka bebas masuk pasar kita, sambil menjaga keseimbangan neraca dagang lewat diversifikasi dan peningkatan nilai tambah domestik," sambungnya. 

dari sisi ekonomi, dampak negatif kesepakatan ini cukup signifikan. 

impor besar-besaran dari as berisiko mengganggu neraca pembayaran indonesia. 

pembelian energi yang mencapai usd 15 miliar bisa menjadi beban devisa yang berat. 

sementara itu, impor produk pertanian senilai usd 4,5 miliar juga berpotensi menggeser posisi petani lokal dalam pasar dalam negeri, terutama untuk komoditas seperti jagung dan kedelai. 

“sementara, pembelian 50 boeing berarti tambahan utang maskapai nasional, atau menekan cashflow bumn penerbangan yang selama ini terus disubsidi negara," kata achmad. 

tidak berhenti di situ, dampaknya terhadap sektor tenaga kerja pun mengkhawatirkan. 

dengan masih adanya tarif sebesar 19 persen, daya saing produk manufaktur indonesia akan tergerus, khususnya ke pasar as. 

menurut achmad, sektor padat karya seperti tekstil, sepatu, dan elektronik berisiko mengalami penurunan pesanan, yang pada akhirnya dapat menyebabkan penurunan produksi hingga phk jika situasi tidak segera diatasi.

dampak lainnya yang tak kalah krusial adalah potensi terjadinya inflasi. jika ekspor melemah sementara impor melonjak, neraca pembayaran akan terganggu dan tekanan terhadap nilai tukar rupiah pun tak terhindarkan. 

“pelemahan rupiah akan menaikkan harga barang impor lain, mendorong inflasi, dan mengurangi daya beli masyarakat,” pungkas achmad. 

karena itu, ia menyimpulkan bahwa strategi seperti ini hanya akan memperbesar ketergantungan pada pasar dan produk as, yang tentu bukan langkah strategis untuk jangka panjang. 

bahkan jika as menurunkan tarif lebih lanjut menjadi 10 persen atau 5 persen, namun tetap menyertakan syarat pembelian besar, maka itu tetap bukan win-win solution.

menanggapi hal ini, kepala kantor komunikasi kepresidenan hasan nasbi justru menyebut bahwa penurunan tarif dari 32 persen menjadi 19 persen adalah sebuah pencapaian luar biasa. 

“dari tarif awal itu turun ke 19 persen, jadi lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain di asean," ucap hasan. 

meski isi kesepakatan lengkap belum dipublikasi, sinyal kerja sama positif antara presiden ri dan presiden as semakin menguat. 

trump pun menjanjikan akan mengungkap detail lebih lanjut dalam waktu dekat.

adapun dari pihak indonesia, komitmen pembelian sejumlah produk as juga disampaikan, termasuk kebutuhan dalam negeri seperti kedelai, gandum, serta pesawat boeing.

Tag
Share