bacakoran.co - bgn berkomitmen untuk menaikan standard operating procedure (sop) setelah mendapati banyaknya keracunan program mbg.
wakil kepala badan gizi nasional (bgn) sony sonjaya ia bilang telah menyiapkan sejumlah antisipasi agar kejadian serupa tak terulang melalui standard operating procedure (sop).
"antisipasinya adalah meningkatkan kemampuan. bgn kan sudah ada sop-sop ya, sudah ada sop misalkan, sop penerimaan barang, sop persiapan, sop pengolahan bahan nabati, sop pengolahan bahan hewani, sop pendistribusian, itu semua ada," kata dia di kota bandung, dikutip bacakoran.co dari , sabtu (4/10/2025).
karyawan yang mengelola makanan atau mbg ini mesti menggunakan alat pelindung diri (apd) ketika mengolah makanan.
yaitu meliputi penutup kepala, sarung tangan, hingga menjaga kebersihan alat.
"itu harus dipahami bukan hanya sekedar formalitas karena apabila itu menjadi formalitas maka akan menjadi keterpaksaan saja kalau terpaksa nanti lama-lama akan hilang tetapi apabila dipahami betul-betul konsisten dilaksanakan."
"ya insya allah itu adalah merupakan langkah-langkah untuk mengantisipasi untuk mencegah ya terjadinya hal-hal yang sudah diinginkan," katanya.
sebelumnya program yang dicanangkan presiden prabowo subianto kini tengah jadi sorotan publik.
harapan besar untuk meningkatkan gizi masyarakat terutama anak sekolah dan kelompok rentan, justru berubah jadi masalah serius setelah ribuan orang mengalami keracunan massal.
kepala , dadan hindayana, akhirnya mengakui adanya kelemahan besar di lapangan.
ia menyebut banyak dapur penyedia makanan atau satuan pelaksana pemenuhan gizi (sppg) belum memiliki standar sanitasi air yang baik sehingga memicu kasus keracunan.
“dari kejadian di berbagai tempat, tampak juga bahwa belum semua air di sppg memiliki sanitasi yang baik,” ujar dadan, dikutip dari tempo.co.
ia menambahkan, karena itu presiden memerintahkan agar di seluruh sppg disediakan alat sterilisasi.
kasus yang terjadi dalam dua bulan terakhir menunjukkan bahwa dapur-dapur penyedia mbg memang belum siap sepenuhnya menjalankan standar kebersihan yang ketat.
contohnya di bandung, meski dapur sppg dinilai tertata rapi, ternyata prosedur pencucian peralatan makan tidak dilakukan sesuai aturan.
“alat makan seperti yang di bandung, setelah kita cek sppg-nya bagus sekali, ketika kita cek apakah mencucinya menggunakan air panas, ternyata belum disiapkan,” kata dadan, dikuti dari idn times.
padahal, menurut bgn, penggunaan air panas atau alat sterilisasi sangat penting untuk memastikan peralatan makan benar-benar higienis.
sejumlah dapur memang sudah memiliki alat sterilisasi dengan pemanas gas yang mampu memanaskan perangkat makan hingga suhu 120 derajat celsius dalam satu menit.
namun alat itu belum digunakan secara maksimal.
bgn kini menekankan bahwa seluruh dapur mbg wajib menggunakan peralatan tersebut.
tidak hanya itu, presiden prabowo juga langsung menginstruksikan agar dapur-dapur penyedia makanan wajib memakai air galon untuk memasak serta air yang telah difilter untuk mencuci bahan makanan maupun peralatan.
“kita sudah instruksikan agar mereka menggunakan air galon untuk memasak. untuk mencuci, airnya perlu diberikan saringan,” kata dadan, dikutip dari kompas.com.
selain urusan sanitasi, bgn juga menyoroti lemahnya kepatuhan sppg terhadap standar operasional prosedur (sop).
ada dapur yang membeli bahan baku terlalu lama sebelum distribusi, padahal aturan menyebut maksimal dua hari sebelum dimasak.
bahkan, proses memasak dan distribusi makanan kerap melampaui batas waktu yang ditetapkan.
seharusnya makanan yang dimasak harus segera didistribusikan dalam rentang waktu maksimal enam jam, dengan standar ideal empat jam.
namun faktanya ada dapur yang memasak sejak pukul sembilan malam dan baru mendistribusikan makanan lebih dari 12 jam kemudian.
praktik seperti ini tentu meningkatkan risiko makanan basi atau terkontaminasi.
data bgn hingga 30 september 2025 menunjukkan total 6.517 orang menjadi korban keracunan mbg sejak program ini diluncurkan pada januari lalu.
angka itu terbagi atas tiga wilayah besar, yakni 1.307 korban di wilayah i (sumatera), 4.147 korban di wilayah ii (jawa) termasuk tambahan 60 orang di garut, serta 1.003 korban di wilayah iii (indonesia timur).
jumlah korban yang begitu besar membuat publik bertanya-tanya mengenai kesiapan dan pengawasan pemerintah terhadap program ini.
dadan sendiri tak menampik bahwa kasus keracunan ini merupakan tamparan keras bagi pemerintah.
menurutnya, persoalan yang muncul disebabkan oleh kelalaian di lapangan.
“dengan kejadian-kejadian ini kita bisa lihat bahwa kasus banyak terjadi di dua bulan terakhir. ini berkaitan dengan berbagai hal, dan kita bisa identifikasi bahwa kejadian itu rata-rata karena sop yang kita tetapkan tidak dipatuhi dengan saksama,” katanya, dikutip dari kompas.com.
instruksi presiden soal penggunaan alat sterilisasi, air galon, serta filterisasi air kini menjadi langkah darurat untuk menutup celah kelemahan sanitasi.
namun efektivitas aturan baru ini masih sangat bergantung pada pengawasan pemerintah pusat hingga daerah.
tanpa kontrol yang ketat, program makan bergizi gratis dikhawatirkan terus mengulang masalah yang sama.