bacakoran.co

Skandal Ijazah Arsul Sani: DPR Dituduh Lalai, Ketua Komisi III Angkat Bicara!

Skandal Ijazah Arsul Sani: DPR Dituduh Lalai, Ketua Komisi III Angkat Bicara--Suara.com

BACAKORAN.CO - Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, secara terbuka mengakui bahwa pihaknya memiliki keterbatasan besar dalam melakukan verifikasi keaslian dokumen akademis, khususnya terkait dengan polemik dugaan ijazah palsu yang menyeret nama Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Arsul Sani.

Pernyataan ini disampaikan dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Senin, 17 November 2025.  

Dalam forum resmi tersebut, Habiburokhman menegaskan bahwa DPR sering kali menjadi pihak yang disalahkan ketika muncul kontroversi terkait lolosnya seorang calon pejabat negara dalam proses seleksi.

Ia mencontohkan kasus Arsul Sani yang berhasil melewati seleksi Komisi Yudisial (KY), meskipun belakangan muncul dugaan bahwa ijazah yang digunakan tidak sepenuhnya valid.

BACA JUGA:Fenomena Short Drama China: Viral 1 Menit yang Bikin Netizen Indonesia Ketagihan!

BACA JUGA:Drama China Fantasi Romantis Terbaru! The Unclouded Soul Siap Pecahkan Rekor Penonton di iQiyi!

Menurutnya, DPR tidak memiliki kemampuan teknis maupun perangkat forensik untuk memastikan keaslian dokumen akademis, apalagi jika dokumen tersebut berasal dari universitas luar negeri.  

Politisi Partai Gerindra ini menyoroti betapa rumitnya proses verifikasi ijazah.

Ia menjelaskan bahwa DPR hanya bisa membaca dokumen yang diserahkan oleh calon pejabat negara, tanpa memiliki kapasitas untuk menilai secara ilmiah apakah dokumen tersebut asli atau palsu.

“Soal Pak Arsul Sani, kami yang disalahin sekarang, Pak. Karena kami baca ini, baca dokumen satu memang kita tidak ada kemampuan secara forensik menilai asli atau nggak, tapi pasti asli kalau dokumennya. Tapi mengecek kampusnya itu seperti apa mekanismenya,” ujar Habiburokhman dalam rapat tersebut.  

BACA JUGA:Drama China Reversing Time: Kisah Time Travel Romantis yang Bikin Penonton Auto Baper, Wajib Nonton!

BACA JUGA:Baper Parah! 5 Rekomendasi Drama China Tentang Reinkarnasi Ini Bikin Kamu Percaya Takdir Itu Nyata

Lebih lanjut, ia mempertanyakan bagaimana mekanisme pemeriksaan ijazah untuk jenjang pendidikan S2 dan S3, terutama yang berasal dari universitas luar negeri.

Menurutnya, hal ini menambah kerumitan dalam proses seleksi calon anggota KY.

Skandal Ijazah Arsul Sani: DPR Dituduh Lalai, Ketua Komisi III Angkat Bicara!

Ayu

Ayu


bacakoran.co - ketua komisi iii dpr ri, habiburokhman, secara terbuka mengakui bahwa pihaknya memiliki keterbatasan besar dalam melakukan verifikasi keaslian dokumen akademis, khususnya terkait dengan polemik dugaan ijazah palsu yang menyeret nama hakim mahkamah konstitusi (mk), arsul sani.

pernyataan ini disampaikan dalam rapat dengar pendapat (rdp) yang digelar di kompleks parlemen, senayan, jakarta, pada senin, 17 november 2025.  

dalam forum resmi tersebut, habiburokhman menegaskan bahwa dpr sering kali menjadi pihak yang disalahkan ketika muncul kontroversi terkait lolosnya seorang calon pejabat negara dalam proses seleksi.

ia mencontohkan kasus arsul sani yang berhasil melewati seleksi komisi yudisial (ky), meskipun belakangan muncul dugaan bahwa ijazah yang digunakan tidak sepenuhnya valid.

menurutnya, dpr tidak memiliki kemampuan teknis maupun perangkat forensik untuk memastikan keaslian dokumen akademis, apalagi jika dokumen tersebut berasal dari universitas luar negeri.  

politisi partai gerindra ini menyoroti betapa rumitnya proses verifikasi ijazah.

ia menjelaskan bahwa dpr hanya bisa membaca dokumen yang diserahkan oleh calon pejabat negara, tanpa memiliki kapasitas untuk menilai secara ilmiah apakah dokumen tersebut asli atau palsu.

“soal pak arsul sani, kami yang disalahin sekarang, pak. karena kami baca ini, baca dokumen satu memang kita tidak ada kemampuan secara forensik menilai asli atau nggak, tapi pasti asli kalau dokumennya. tapi mengecek kampusnya itu seperti apa mekanismenya,” ujar habiburokhman dalam rapat tersebut.  

lebih lanjut, ia mempertanyakan bagaimana mekanisme pemeriksaan ijazah untuk jenjang pendidikan s2 dan s3, terutama yang berasal dari universitas luar negeri.

menurutnya, hal ini menambah kerumitan dalam proses seleksi calon anggota ky.

ia menekankan bahwa dpr tidak memiliki akses langsung untuk melakukan konfirmasi ke kampus luar negeri, sehingga sulit memastikan validitas ijazah yang diajukan.

“ngecek ke kampusnya itu gimana caranya gitu, kan. mekanismenya seperti apa. nah itu diskusi kita,” tambahnya.  

polemik mengenai keaslian ijazah arsul sani sendiri pertama kali mencuat setelah mantan komisioner kpu, romo stefanus hendrianto, mengungkapkan hal tersebut melalui kanal youtube milik pakar hukum tata negara refly harun pada 14 oktober 2025.

dalam pernyataannya, romo menyebutkan bahwa arsul sani memperoleh gelar doktor dari collegium humanum – warsaw management university di polandia pada tahun 2023.  

namun, universitas tersebut kini tengah diselidiki oleh komisi pemberantasan korupsi (kpk) polandia karena dugaan praktik jual beli ijazah yang melibatkan pejabat kampus.

dugaan ini semakin memperkuat keraguan publik terhadap keabsahan gelar akademis yang dimiliki arsul sani.

kasus ini pun menjadi sorotan luas, tidak hanya di indonesia tetapi juga di ranah internasional, karena menyangkut integritas seorang hakim mahkamah konstitusi yang seharusnya memiliki rekam jejak akademis dan moral yang tidak tercela.  

kontroversi ini menimbulkan perdebatan panjang di masyarakat. banyak pihak menilai bahwa kasus arsul sani mencerminkan lemahnya sistem verifikasi dokumen akademis dalam proses seleksi pejabat negara.

ada pula yang menyoroti perlunya lembaga independen khusus yang memiliki kemampuan forensik dan akses internasional untuk memeriksa keaslian ijazah, sehingga kasus serupa tidak terulang di masa depan.  

di sisi lain, pernyataan habiburokhman juga dianggap sebagai bentuk pembelaan dpr agar tidak terus-menerus dijadikan kambing hitam dalam setiap polemik seleksi pejabat negara.

ia menekankan bahwa tanggung jawab verifikasi seharusnya tidak hanya dibebankan kepada dpr, tetapi juga melibatkan lembaga lain yang memiliki kapasitas teknis lebih memadai.  

kasus ini sekaligus membuka diskusi lebih luas mengenai fenomena universitas abal-abal atau kampus yang diduga menjual gelar akademis tanpa proses pendidikan yang sah.

jika benar terbukti, maka hal ini bukan hanya mencoreng nama individu yang bersangkutan, tetapi juga merusak kredibilitas lembaga negara yang menerima pejabat dengan ijazah bermasalah.  

dengan semakin berkembangnya isu ini, publik menunggu langkah tegas dari dpr, komisi yudisial, dan mahkamah konstitusi untuk memastikan bahwa integritas pejabat negara tetap terjaga.

polemik ijazah arsul sani menjadi pengingat bahwa transparansi, akuntabilitas, dan sistem verifikasi yang kuat adalah fondasi penting dalam menjaga kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara.  

Tag
Share