bacakoran.co

Bolehkah Berobat ke Dokter Lawan Jenis? Begini Adab dan Batasannya dalam Islam

Bolehkah Berobat ke Dokter Lawan Jenis?--Freepik.com

BACAKORAN.CO - Pertanyaan mengenai boleh atau tidaknya seorang Muslim diperiksa oleh dokter lawan jenis sering kali menimbulkan kebingungan, terutama bagi kaum perempuan. 

Di satu sisi, Islam menekankan pentingnya menjaga aurat dan kehormatan. 

Namun di sisi lain, kesehatan adalah amanah yang wajib dijaga, sehingga mendapatkan pelayanan medis yang layak juga menjadi bagian dari ikhtiar yang dianjurkan syariat.

Pandangan Ulama dan Kaidah Fiqih

Menurut penjelasan dalam Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, mayoritas ulama dari empat mazhab besar sepakat bahwa pemeriksaan oleh dokter lawan jenis diperbolehkan dalam kondisi darurat. 

Artinya, jika tidak tersedia dokter sesama jenis yang kompeten, maka dokter laki-laki boleh menangani pasien perempuan bukan mahram, dengan syarat hanya bagian tubuh yang diperlukan saja yang diperiksa.

BACA JUGA:Selain Rasulullah SAW, Ini 3 Golongan Mulia yang Dapat Memberikan Syafaat di Akhirat Menurut Islam

BACA JUGA:6 Peristiwa dan 10 Tanda Besar ini Akan Terjadi Jelang Kiamat, Simak Penjelasannya dalam Islam

Hal ini sejalan dengan kaidah fiqih “al-dharuratu tubihul mahdhurat” yang berarti keadaan darurat dapat membolehkan sesuatu yang asalnya terlarang. 

Dalam konteks medis, jika nyawa atau kesehatan pasien terancam dan tidak ada dokter sesama jenis, maka pemeriksaan oleh lawan jenis menjadi mubah (dibolehkan). 

Prinsip ini menunjukkan fleksibilitas Islam dalam menyeimbangkan antara menjaga kehormatan dan kebutuhan mendesak.

Syarat-Syarat yang Harus Dipenuhi

Para ulama klasik maupun kontemporer menekankan beberapa syarat penting agar pemeriksaan oleh dokter lawan jenis tetap sesuai dengan tuntunan syariat.

BACA JUGA:Cantik Alami dari Dalam, Ternyata Ini 3 Doa Rahasia Pembuka Aura Wajah dalam Islam

BACA JUGA:Arti Mimpi Suami Selingkuh Menurut Islam, Pertanda Buruk atau Ujian Hati?

  1. Tidak ada dokter sesama jenis yang kompeten atau tersedia.
  2. Kondisi pasien mendesak atau darurat sehingga membutuhkan penanganan segera.
  3. Pemeriksaan dilakukan dengan menjaga batasan syar’i, hanya pada bagian tubuh yang diperlukan.
  4. Sebaiknya ada pendamping untuk menghindari khalwat (berdua-duaan).

Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab menegaskan bahwa perlindungan jiwa dan kesehatan termasuk prioritas utama dalam maqashid syariah. 

Bolehkah Berobat ke Dokter Lawan Jenis? Begini Adab dan Batasannya dalam Islam

Rida Satriani

Rida Satriani


bacakoran.co - pertanyaan mengenai boleh atau tidaknya seorang muslim diperiksa oleh dokter lawan jenis sering kali menimbulkan kebingungan, terutama bagi kaum perempuan. 

di satu sisi, islam menekankan pentingnya menjaga aurat dan kehormatan. 

namun di sisi lain, kesehatan adalah amanah yang wajib dijaga, sehingga mendapatkan pelayanan medis yang layak juga menjadi bagian dari ikhtiar yang dianjurkan syariat.

pandangan ulama dan kaidah fiqih

menurut penjelasan dalam al-mausu’ah al-fiqhiyah al-kuwaitiyah, mayoritas ulama dari empat mazhab besar sepakat bahwa pemeriksaan oleh dokter lawan jenis diperbolehkan dalam kondisi darurat. 

artinya, jika tidak tersedia dokter sesama jenis yang kompeten, maka dokter laki-laki boleh menangani pasien perempuan bukan mahram, dengan syarat hanya bagian tubuh yang diperlukan saja yang diperiksa.

hal ini sejalan dengan kaidah fiqih “al-dharuratu tubihul mahdhurat” yang berarti keadaan darurat dapat membolehkan sesuatu yang asalnya terlarang. 

dalam konteks medis, jika nyawa atau kesehatan pasien terancam dan tidak ada dokter sesama jenis, maka pemeriksaan oleh lawan jenis menjadi mubah (dibolehkan). 

prinsip ini menunjukkan fleksibilitas islam dalam menyeimbangkan antara menjaga kehormatan dan kebutuhan mendesak.

syarat-syarat yang harus dipenuhi

para ulama klasik maupun kontemporer menekankan beberapa syarat penting agar pemeriksaan oleh dokter lawan jenis tetap sesuai dengan tuntunan syariat.

  1. tidak ada dokter sesama jenis yang kompeten atau tersedia.
  2. kondisi pasien mendesak atau darurat sehingga membutuhkan penanganan segera.
  3. pemeriksaan dilakukan dengan menjaga batasan syar’i, hanya pada bagian tubuh yang diperlukan.
  4. sebaiknya ada pendamping untuk menghindari khalwat (berdua-duaan).

imam nawawi dalam al-majmu’ syarh al-muhadzdzab menegaskan bahwa perlindungan jiwa dan kesehatan termasuk prioritas utama dalam maqashid syariah. 

oleh karena itu, pengobatan tidak boleh ditinggalkan meski harus melibatkan dokter lawan jenis.

dalil al-quran dan hadits

al-quran menekankan pentingnya menjaga pandangan dan kehormatan, sebagaimana firman allah dalam surah an-nur ayat 30–31. 

ayat ini menjadi dasar utama dalam menjaga interaksi antara laki-laki dan perempuan.

namun, islam juga memberikan kelonggaran dalam kondisi tertentu. 

hadits riwayat imam ahmad menyebutkan bahwa rasulullah saw pernah mengizinkan seorang wanita anshar untuk merawat sahabat yang terluka dalam peperangan. 

hal ini menunjukkan bahwa pelayanan medis oleh lawan jenis diperbolehkan jika memang dibutuhkan.

kaidah fiqih “ma la yudrakhu kulluhu la yutraku kulluhu” juga relevan, yang berarti jika tidak bisa mendapatkan semua yang ideal, maka jangan tinggalkan semuanya. 

dalam konteks ini, jika tidak ada dokter sesama jenis, maka pengobatan tetap harus dilakukan demi menjaga kesehatan.

pandangan empat mazhab

keempat mazhab besar memiliki pandangan yang hampir serupa, meski dengan penekanan berbeda.

  • hanafi: memperbolehkan pemeriksaan lawan jenis dalam kondisi darurat, dengan syarat menjaga aurat dan menghadirkan orang ketiga.
  • maliki: lebih ketat, menekankan agar pasien benar-benar memastikan tidak ada dokter sesama jenis sebelum berobat ke lawan jenis.
  • syafi’i: membolehkan dalam kondisi darurat maupun hajat (kebutuhan mendesak), tidak hanya terbatas pada ancaman nyawa.
  • hanbali: sejalan dengan mazhab lain, menekankan bahwa darurat harus benar-benar terpenuhi, bukan sekadar alasan kenyamanan.

secara umum, semua mazhab sepakat bahwa keselamatan jiwa lebih utama, namun tetap harus menjaga adab dan batasan syar’i.

etika dan adab dalam pemeriksaan

islam sangat menekankan etika dalam pelayanan kesehatan. dari sisi pasien, dianjurkan untuk

  1. berusaha mencari dokter sesama jenis terlebih dahulu.
  2. membawa pendamping saat berobat ke dokter lawan jenis.
  3. menutup aurat dengan baik dan menjaga komunikasi yang sopan.
  4. sementara dari sisi dokter, etika profesional dalam islam menuntut agar:
  5. menjaga pandangan dan hanya memeriksa bagian tubuh yang diperlukan.
  6. menjelaskan tindakan medis dengan jelas kepada pasien.
  7. menjaga privasi pasien dengan menutup ruang periksa dari orang yang tidak berkepentingan.

menurut literatur islamic medical ethics: principles and practice, dokter muslim memiliki tanggung jawab ganda: memberikan pelayanan medis terbaik sekaligus menjaga nilai-nilai islam. profesionalisme dan etika syariat harus berjalan beriringan.

Tag
Share