Warga Korban Banjir di Taput Keluhkan Bantuan Beras dari Helikopter Berserakan: Tidak Ada yang Bisa Dimakan!
Bantuan banjir Taput dijatuhkan dari helikopter rusak dan berserakan. Warga kecewa, Pemprov Sumut janji evaluasi distribusi agar lebih layak./Koalse Bacakoran.co--Instagram @yosamhd
Namun yang terlihat justru butiran beras yang tumpah dan berserakan di tanah.
Warga pun terpaksa mengais beras yang bercampur tanah agar tetap bisa dimanfaatkan.
Tulisan dalam video itu menyoroti cara distribusi bantuan yang dianggap tidak tepat.
“Bukannya turun memberi bantuan kepada masyarakat, pemerintah malah jatuhkan sembako dari helikopter yang masih terbang di udara. Alhasil, masyarakat terpaksa mengais beras dari tanah.”
Menanggapi sorotan publik, Ketua Harian Posko Darurat Bencana Pemprov Sumut, Basarin Yunus Tanjung, memberikan klarifikasi.
Ia menjelaskan bahwa metode dropping dari udara dilakukan karena akses darat menuju sejumlah desa masih terputus akibat banjir dan longsor.
“Harusnya bisa kita pahami juga mana SOP yang normal, mana SOP yang darurat. Kita pahami bersama bagaimana keresahan masyarakat di daerah pedalaman yang tidak bisa diakses, salah satu mengatasi ini tentu lewat udara.
Lewat udara juga tidak semua bisa landing helikopter. Tidak semua daerah yang mempunyai helipad,” ujar Basarin.
Ia menambahkan, meskipun ada kemungkinan kerusakan pada sebagian bantuan, langkah tersebut diambil agar masyarakat tetap bisa mengakses logistik.
“Sehingga salah satu cara untuk mendistribusikan bahan pangan ini adalah dengan kita jatuhkan dari helikopter dengan harapan bisa diakses masyarakat setelah sampai di tanah. Namun demikian ada satu dua mungkin yang rusak. Itu akan kita perbaiki nanti ke depan. Tapi niat kita itu bagaimana masyarakat bisa mengakses bantuan ini sehingga tidak terjadi kekhawatiran di masyarakat,” jelasnya.
Basarin yang juga menjabat sebagai Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Pemprov Sumut menegaskan bahwa pihaknya akan mengevaluasi metode penyaluran bantuan agar lebih efektif.
Ia mengakui bahwa kondisi darurat membuat standar operasional prosedur (SOP) berbeda dari biasanya.
“Intinya harus bisa kita pahamin juga mana SOP yang normal mana SOP yang darurat, kita pahamin bersama bagaimana keresahan masyarakat di daerah pedalaman yang tidak bisa diakses, salah satu cara mengatasi ini tentu lewat udara,” katanya.