SE Baru Terbit! Pemkab Samosir Stop Bantuan dari Perusahaan Berpotensi Rusak Lingkungan, Ini Aturannya
Pemerintah Kabupaten Samosir menerbitkan SE Nomor 23 Tahun 2025 yang menegaskan larangan menerima bantuan perusahaan berpotensi merusak lingkungan. --instagram/volxdaily
BACAKORAN.CO - Polemik soal kelestarian lingkungan di Kabupaten Samosir kembali mencuat setelah pemerintah daerah resmi mengeluarkan SE Nomor 23 Tahun 2025.
Aturan ini menegaskan larangan menerima bantuan perusahaan merusak lingkungan, sekaligus memperkuat pengawasan atas kegiatan yang dinilai berpotensi memberi dampak buruk terhadap ekosistem setempat.
Melalui surat edaran tersebut, Pemkab Samosir menempatkan kebijakan lingkungan Samosir sebagai prioritas dalam tata kelola pemerintahan.
Surat edaran yang ditandatangani Bupati Samosir, Vandiko Timotius Gultom, pada 28 November 2025 itu menjelaskan bahwa sejumlah perusahaan, termasuk PT Toba Pulp Lestari (TPL) dan PT Aqua Farm Nusantara (AFN), dikategorikan memiliki aktivitas yang dinilai berisiko menimbulkan dampak lingkungan.
Pemkab Samosir menegaskan bahwa upaya pencegahan kerusakan alam perlu diperkuat, sejalan dengan meningkatnya kasus bencana hidrometeorologi di beberapa wilayah Sumatera.
SE tersebut memuat tiga poin pokok larangan menerbitkan rekomendasi kegiatan yang berpotensi merusak lingkungan, larangan menerima bantuan CSR dari perusahaan yang dinilai berisiko terhadap ekosistem, serta mekanisme penerimaan pengaduan masyarakat untuk diproses sesuai kewenangan daerah.
Aturan ini sekaligus mempertegas arah kebijakan lingkungan Samosir yang kini diproyeksikan lebih ketat dan terukur.
TPL Sampaikan Bantahan atas Tudingan Kerusakan Lingkungan
Menanggapi mencuatnya isu bahwa aktivitas perusahaan terkait bencana banjir dan longsor, PT Toba Pulp Lestari Tbk (INRU) menyampaikan klarifikasi melalui keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia pada 2 Desember 2025.
BACA JUGA:KPK Selidiki Banyak Titik Lahan Proyek Kereta Cepat Whoosh: Apa Saja Temuannya?
Perusahaan membantah tudingan tersebut dan menyebut seluruh operasional hutan tanaman industri mengikuti evaluasi High Conservation Value (HCV) serta High Carbon Stock (HCS) oleh pihak independen.
TPL menjelaskan bahwa dari total konsesi 167.912 hektare, hanya sekitar 46.000 hektare digunakan untuk tanaman eucalyptus.
Sementara itu, sebagian besar kawasan tetap dipertahankan sebagai area lindung dan konservasi.
Perusahaan menilai bahwa penyampaian informasi publik harus berbasis data yang terverifikasi dan menyatakan siap berdialog dengan berbagai pihak terkait isu keberlanjutan.