Sementara itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan angka yang sedikit lebih tinggi, yakni 5.207 korban dari 60 kasus.
BACA JUGA:Kronologi Penembakan Kantor Imigrasi AS, 1 Tewas, Pelaku Bunuh Diri!
Di sisi lain, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mencatat 55 kasus dengan total 5.320 penerima MBG yang terdampak.
Perbedaan data ini menunjukkan adanya tantangan dalam koordinasi antarinstansi dalam menangani krisis kesehatan yang melibatkan ribuan anak sekolah.
Meski demikian, semua pihak sepakat bahwa insiden ini harus menjadi titik balik dalam pengawasan program MBG, terutama dalam hal distribusi makanan dan pengelolaan dapur.
Program Makan Bergizi Gratis sejatinya dirancang untuk meningkatkan kualitas gizi anak-anak sekolah di seluruh Indonesia.
BACA JUGA:Kasus Keracunan Program MBG, Penyebab, Fakta, dan Tanggapan Pemerintah Jawa Barat!
BACA JUGA:Oknum Guru SMP Negeri 1 Lubuklinggau Akui Perbuatan Cabulnya di Belakang Kelas Bersama Siswinya
Namun, insiden keracunan massal ini menjadi alarm keras bahwa sistem pelaksanaannya masih memiliki celah yang berbahaya.
Penutupan dapur bermasalah oleh BGN menjadi langkah awal yang penting, namun tidak cukup jika tidak disertai dengan reformasi menyeluruh dalam sistem pengawasan, pelatihan tenaga dapur, dan transparansi distribusi makanan.
Kini, publik menanti hasil investigasi dan langkah lanjutan dari BGN serta instansi terkait.
Apakah program MBG akan kembali berjalan dengan sistem yang lebih aman? Ataukah kasus ini akan menjadi titik evaluasi besar terhadap seluruh program gizi nasional?