“Kita harus menjaring mereka ini dan jangan anggap mereka itu anak-anak orang menengah ke atas. Banyak anak orang bawah, orang miskin, punya kecerdasan yang tinggi. Kita harus cari mereka,” kata Prabowo, dikutip dari Tempo.co.
Sementara itu, penyerahan uang hasil korupsi tersebut berlangsung dramatis di Istana Negara.
Kejaksaan Agung menyerahkan uang sebesar Rp13,225 triliun kepada Menteri Keuangan, disaksikan langsung oleh Presiden Prabowo.
Di lokasi acara, tampak tumpukan uang pecahan Rp100 ribu setinggi dua meter dengan nilai sekitar Rp2,4 triliun yang sengaja dipajang sebagai simbol uang hasil kejahatan korupsi yang akhirnya kembali ke negara.
BACA JUGA:Pemkot Palembang Buka Akses Sekolah Rakyat SD & SMP! Langkah Nyata Pemerataan Pendidikan
Jaksa Agung ST Burhanuddin menjelaskan bahwa total dana yang seharusnya disita mencapai Rp17,7 triliun, namun baru Rp13 triliun yang berhasil dikembalikan ke kas negara.
“Hari ini, kami serahkan Rp 13,225 triliun karena yang Rp 4,4 (triliun)-nya diminta Musim Mas dan Permata Hijau. Mereka meminta penundaan,” ujar Burhanuddin, dikutip dari Kompas.com.
Kasus korupsi ekspor CPO ini melibatkan tiga raksasa industri sawit, yaitu Wilmar Group, Musim Mas Group, dan Permata Hijau Group.
Mahkamah Agung (MA) dalam putusan kasasi menghukum PT Wilmar Group membayar uang pengganti sebesar Rp11,8 triliun, PT Musim Mas sebesar Rp4,89 triliun, dan PT Nagamas Palmoil Lestari, anak usaha Permata Hijau Group, membayar Rp937 miliar.
Putusan ini membatalkan vonis lepas dari pengadilan sebelumnya dan menegaskan bahwa uang hasil tindak pidana korupsi wajib dikembalikan kepada negara.
BACA JUGA:Respons Lisa Mariana Usai Jadi Tersangka Pencemaran Nama Baik Ridwan Kamil, Pengacara: Kami Siap!
Kebijakan Prabowo mengarahkan uang hasil korupsi ke LPDP dinilai sebagai langkah strategis sekaligus simbolis.
Dengan tambahan Rp13 triliun ini, LPDP diperkirakan bisa kembali membuka ribuan kuota beasiswa baru bagi pelajar berprestasi, setelah tahun ini kuotanya berkurang drastis menjadi hanya 4.000 orang, dari 8.592 penerima beasiswa pada 2024.
Banyak pihak menilai langkah ini sebagai bentuk transformasi moral dalam pengelolaan keuangan negara.