bacakoran.co

Bawa Meteran Demi Keadilan! Orang Tua Protes Anak Tak Diterima di Sekolah Terdekat

Warga Kepanjen Jombang memprotes sistem zonasi PPDB dengan cara unik: membawa meteran! Mereka mengklaim anak-anak mereka tidak diterima di SDN Kepanjen II padahal rumah hanya beberapa meter dari sekolah.--Youtube-CNN Indonesia

BACAKORAN.CO - Suasana di depan SD Negeri Kepanjen II, Kecamatan Jombang, mendadak riuh.

Sejumlah warga terlihat datang membawa meteran dan kertas bukti alamat rumah.

Mereka bukan sedang merenovasi sekolah, melainkan memprotes keputusan pihak sekolah yang tidak menerima anak-anak mereka sebagai peserta didik baru.

Padahal, rumah mereka hanya berjarak puluhan meter dari sekolah!

BACA JUGA:Zonasi Dihapus, Diganti dengan Sistem Ini saat Penerimaan Murid Baru 2025!

BACA JUGA:Gibran Minta Sistem Zonasi Dihapuskan, Begini Rencana Kemendikdasmen Untuk PPDB Kedepannya

Protes ini mengundang perhatian luas masyarakat dan menjadi sorotan tajam terhadap sistem penerimaan siswa baru (PPDB) di daerah.

Mengapa siswa yang rumahnya dekat bisa tersingkir?

Adakah permainan atau sistem yang perlu dievaluasi?

Protes Didominasi oleh Warga Kelurahan Kepanjen

BACA JUGA:Zonasi PPDB Dihapus? Wapres Gibran Kembali Tegaskan Permintaannya ke Mendikdasmen, Ini Alasannya!

BACA JUGA:SIMAK! Begini Ketentuan Jarak Rumah ke Sekolah Jalur Zonasi untuk SD, SMP, SMP dan SMK PPDB 2024

Agus Fernandi, Ketua RW 7 Kepanjen, memimpin aksi pengukuran.

Ia memprotes hasil SPMB karena cucunya usia 6 tahun 8 bulan dari TK B ditolak SDN Kepanjen II.

Padahal, jarak antara rumah dan sekolah hanya sekitar 108 meter.

Bawa Meteran Demi Keadilan! Orang Tua Protes Anak Tak Diterima di Sekolah Terdekat

Puput

Puput


bacakoran.co - suasana di depan kepanjen ii, kecamatan jombang, mendadak riuh.

sejumlah warga terlihat datang membawa meteran dan kertas bukti alamat rumah.

mereka bukan sedang merenovasi , melainkan memprotes keputusan pihak sekolah yang tidak menerima anak-anak mereka sebagai peserta didik baru.

padahal, rumah mereka hanya berjarak puluhan meter dari sekolah!

protes ini mengundang perhatian luas masyarakat dan menjadi sorotan tajam terhadap sistem penerimaan siswa baru () di daerah.

mengapa siswa yang rumahnya dekat bisa tersingkir?

adakah permainan atau sistem yang perlu dievaluasi?

protes didominasi oleh warga kelurahan kepanjen

agus fernandi, ketua rw 7 kepanjen, memimpin aksi pengukuran.

ia memprotes hasil spmb karena cucunya usia 6 tahun 8 bulan dari tk b ditolak sdn kepanjen ii.

padahal, jarak antara rumah dan sekolah hanya sekitar 108 meter.

ia menekankan bahwa berdasarkan aturan, 70% kuota lokal seharusnya memastikan anak terdekat diterima, namun kenyataannya justru sebaliknya.

jarak dekat, tapi tetap ditolak

selain cucunya, ada dua hingga tiga warga asli kelurahan kepanjen yang juga ditolak meski tinggal sangat dekat.

ironisnya, slot justru diberikan kepada pendaftar dari kecamatan atau desa lain bahkan yang berjarak 4–10 km dari sekolah.

agus mendesak adanya evaluasi juknis spmb, agar anak berdekatan dengan sekolah mendapatkan prioritas.

ia juga menuding adanya “permainan titipan” dari asn atau oknum komite sekolah yang menyebabkan ketidakadilan.

sorotan pada transparansi dan akuntabilitas

tokoh masyarakat lokal seperti hartono pun angkat bicara, mendesak dinas pendidikan dan kebudayaan jombang untuk membuka jalur evaluasi.

warga berharap agar tahun mendatang sistem penerimaan bisa lebih transparan dan bersih dari praktik titipan.

dampak sosial dan politik lokal

kontroversi ini mencuat ke publik hingga menjadi sorotan media.

banyak pihak mempertanyakan kredibilitas penyelenggaraan pendidikan dasar di kabupaten jombang, khususnya urgensi menaati prinsip domisili sebagai dasar penerimaan.

peluang perbaikan ke depan

warga berharap dinas p dan k jombang memberikan klarifikasi serta meninjau ulang sistem spmb:

1. evaluasi juknis penerimaan apakah sudah selaras dengan prinsip lokalitas?

2. membuka jalur pemeriksaan ulang (verifikasi) untuk warga yang merasa tidak diprioritaskan.

3. menegakkan prinsip transparansi dan keadilan, menghindari potensi titipan.

protes warga dengan membawa meteran bukan sekadar simbol kekecewaan, tetapi juga jeritan hati para orang tua yang menginginkan keadilan dalam sistem zonasi.

mereka berharap pemerintah daerah dan dinas pendidikan kabupaten jombang segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem ppdb, terutama dalam hal pengukuran jarak dan transparansi data.

ketika sekolah terdekat tidak lagi menjadi tempat bagi anak-anak sekitar untuk menimba ilmu, maka urgensi perbaikan sistem tidak bisa ditunda.

jangan sampai kebijakan yang bertujuan untuk pemerataan justru menjadi sumber ketimpangan dan ketidakadilan baru.

warga kepanjen dan sekitarnya kini menanti langkah tegas dan terbuka dari pihak terkait demi menciptakan sistem pendidikan yang benar-benar berpihak pada rakyat.

dengan semakin banyaknya kasus serupa, sudah saatnya regulasi zonasi dikaji ulang dan disesuaikan dengan kondisi lapangan.

masyarakat tidak meminta lebih hanya hak dasar untuk bisa menyekolahkan anak di lingkungan terdekat.

dan itu, adalah hal yang semestinya menjadi prioritas semua pihak.

Tag
Share