bacakoran.co - kisah pilu seorang madrasah tsanawiyah () di kabupaten labuhanbatu selatan (labusel), sumatera utara, menjadi viral setelah unggahan di media sosial x pada senin (21/7/2025).
mutiara, seorang pelajar berusia 14 tahun, b karena tidak sanggup membayar utang dana rekreasi sebesar rp350.000 yang dibebankan oleh pihak sekolah meski dirinya tidak ikut kegiatan tersebut.
unggahan akun @sutanmangara menyampaikan keresahan akan sistem pendidikan yang membebani siswa tanpa mempertimbangkan kondisi ekonomi mereka.
“putus sekolah! karena tak tahan ditagih hutang dana rekreasi!” tulis akun x @sutanmangara.
akun tersebut juga menambahkan bahwa mutiara merasa malu setiap kali ditagih utang oleh pihak sekolah, padahal ia tidak berpartisipasi dalam program rekreasi.
netizen pun berbondong-bondong menyampaikan komentar pedas terhadap kebijakan semacam ini.
"gimana rasanya ya, anak mau nuntut ilmu tapi tiap hari dibebani tagihan."
"gasuka banget kalo ada kebijakan kek gini, pihak sekolah gatau keadaan muridnya."
"inilah sekolah sekarang kebanyakan rekreasi dgn alasan trip dan study tour. tak bergune itu!!"
kondisi keluarga dan penjelasan dari sekolah
intan mutiara, siswi kelas vii, dibesarkan sejak bayi oleh ibu angkatnya, ira (53).
sang ibu mengaku hidup dalam kondisi ekonomi terbatas.
meski tidak ikut rekreasi sekolah, intan tetap dikenai pungutan.
“saya malu terhadap teman-teman sekolah pak, karena saat ditagih utang sebesar rp350.000 oleh pihak sekolah saya tidak mampu membayar,” ungkap intan sambil menangis pada jumat (18/7/2025).
lebih memilukan lagi, hingga kini pihak sekolah belum pernah mendatangi keluarga intan atau berusaha mengajaknya kembali ke bangku sekolah.
intan masih menyimpan harapan untuk melanjutkan pendidikan.
“saya masih ingin sekolah pak, walaupun orang tua saya orang tak mampu. cita-cita saya sangatlah tinggi,” tambahnya.
abdul siregar, perwakilan dari pihak sekolah, membenarkan keberadaan tagihan tersebut.
ia menjelaskan bahwa biaya sewa bus untuk rekreasi diputuskan melalui musyawarah bersama wali murid.
namun, semua siswa tetap dikenai iuran, tanpa membedakan apakah mereka ikut atau tidak.
“semua siswa-siswi yang terdata, baik ikut atau tidak, sama-sama dibebani biayanya agar terpenuhi sewa bus,” ujarnya, dikutip dari beritasatunews dan mitramabes.
namun tak ada penjelasan lebih lanjut mengenai mekanisme bantuan atau pengecualian bagi siswa kurang mampu.
respons publik dan seruan keadilan
kisah intan memicu kritik keras dari berbagai kalangan, termasuk netizen yang mempertanyakan sensitivitas pemerintah terhadap kemiskinan dan akses pendidikan.
"astaghfirullah...ketika melihat pejabat indonesia dengan santai bilang kalau kemiskinan menurun, ternyata mata hatinya tertutup, kesusahan rakyat sampai pendidikannya hilang."
"lihat ini pak @prabowo, kenapa nggak bikin kepres sita uang para koruptor buat biaya sekolah gratis bagi yg kurang mampu. nggak perlu makan gratis yg nggak sekolah nggak bisa dapet jatah makan juga."
beberapa netizen juga menyoroti budaya pungutan sekolah yang kini dianggap lebih mengutamakan rekreasi ketimbang esensi pendidikan.
"gk ikut rekreasi tp ttp disuruh byr...gilaaa apa yg ikut musyawarah."
"hujat sekolahnya, bantu donasi orangnya. mau jadi apa generasi kita kalau system pendidikan sama kotornya dengan oligarki."
kisah intan mutiara menjadi cerminan nyata bagaimana kebijakan yang tidak peka terhadap kondisi sosial ekonomi siswa bisa berdampak besar pada masa depan anak.
rekreasi, yang seharusnya menjadi pelengkap pendidikan, kini malah menjadi pemicu putus sekolah bagi mereka yang tidak mampu.