Pemerintah Stop Impor Jagung dan Gula Industri, Siapkan Rp 1,5 Triliun Borong Gula Petani

Tanaman jagung siap panen. Pemerintah hentikan impor jagung untuk bantu petani.-kementan-
BACAKORAN.CO - Pemerintah Indonesia memutuskan hentikan impor jagung dan gula industri. Kebijakan ini untuk mengatasi tersendatnya serapan hasil panen hingga praktik persaingan harga yang tidak sehat akibat peredaran gula rafinasi di pasar tradisional.
Menurut Wamentan Sudaryono langkah menghentikan impor jagung dan gula industri ini juga dibarengi dengan menyiapkan anggaran khusus untuk menyerap gula petani yang belum terjual.
"Negara hadir membantu petani. Kita sudah putuskan bahwa sekarang produktivitas jagung kita sudah tinggi, sehingga tidak akan ada lagi importasi jagung dan gula industri," jelas Sudaryono.
"Realisasinya sudah sekitar 70 persen, dan keputusannya adalah kita stop dulu supaya produksi dalam negeri bisa terserap dengan baik,” lanjutnya.
BACA JUGA:Gile! Hasil Investigasi Beras di Pasar, Kementan Klaim Konsumen Dirugikan Hingga Rp 99,35 Triliun
Wamentan Sudaryono menjelaskan Indonesia saat ini tengah menghadapi kondisi surplus gula sekitar 1 juta ton. Meski opsi ekspor terbuka, pemerintah menegaskan bahwa kebutuhan dalam negeri tetap menjadi prioritas utama.
“Kalau bisa terserap dalam negeri, tentu itu prioritas. Untuk jagung pakan misalnya, serapannya harus sepenuhnya dari petani kita," ucapnya.
"Begitu juga gula, harus dioptimalkan penyerapan dari produksi dalam negeri,” terang Sudaryono yang juga merupakan anak petani asal Grobogan, Jawa Tengah ini.
Wamentan Sudaryono menegaskan bahwa kebijakan Pemerintah hentikan impor jagung dan gula industri untuk bantu petani-kementan-
Ia mencontohkan, kebutuhan jagung untuk pakan ternak dan industri sebenarnya masih bisa dipenuhi oleh produksi petani. Dengan syarat, ada proses hilirisasi yang baik. Jagung hasil panen harus diolah agar sesuai dengan standar kualitas industri.
“Sekitar 600 ribu ton kebutuhan jagung industri itu sebenarnya bisa kita substitusi dari panen petani kita. Tentu saja harus ada industri intermediate yang mengolah hasil panen itu agar sesuai dengan requirement industri,” paparnya.
Di balik surplus yang dicapai, Wamentan menyoroti adanya masalah serius di lapangan, yakni kebocoran gula rafinasi ke pasar tradisional. Padahal, gula rafinasi sejatinya diperuntukkan hanya bagi industri makanan dan minuman.
BACA JUGA:Duar! Minta Uang Rp 27 Miliar, Mentan Amran Pecat 2 Oknum Pegawai Kementan
“Kalau gula rafinasi bocor ke pasar, harganya jauh lebih murah daripada gula konsumsi dari tebu petani. Dampaknya, serapan gula petani macet hingga seratus ribu ton. Ini jelas merugikan petani dan merupakan bentuk kejahatan yang harus ditindak tegas, baik pedagang maupun perusahaan yang terlibat,” tegasnya.