bacakoran.co

Gugatan Ditolak! MK Tegaskan Jabatan Kapolri Tak Bisa Selevel Menteri dan Tak Seiring Masa Jabatan Presiden

Gedung Mahkamah Konstitusi.--ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

BACAKORAN.CO Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh permohonan uji materi yang meminta agar masa jabatan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) disamakan dengan masa jabatan Presiden.

Putusan ini dibacakan langsung oleh Ketua MK, Suhartoyo, dalam sidang pleno di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Kamis (13/11/2025).

Dalam sidang tersebut, MK mengadili tiga perkara sekaligus, yakni perkara nomor 19/PUU-XXIII/2025, 147/PUU-XXIII/2025, dan 183/PUU-XXIII/2025.

Putusan akhir menegaskan bahwa permohonan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan berpotensi menimbulkan dampak serius terhadap sistem ketatanegaraan.

“Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” tegas Suhartoyo dalam sidang yang terbuka untuk umum, dikutip dari Tempo.co

BACA JUGA:Uji Materi Syarat Capres Ditolak, Mahkamah Konstitusi Tegaskan Tidak Perlu Pendidikan Tinggi

BACA JUGA:Mahkamah Konstitusi Resmi Memecat Presiden Yoon Suk-yeol Gara-Gara Darurat Militer, Pemilu Baru Segera Digelar

Permohonan ini diajukan oleh sejumlah pihak yang menilai masa jabatan Kapolri seharusnya berakhir bersamaan dengan masa jabatan Presiden, seperti halnya para menteri dalam kabinet.

Mereka beranggapan bahwa mekanisme itu akan membuat koordinasi pemerintahan lebih sinkron.

Namun, Mahkamah berpendapat sebaliknya, bahwa penyeragaman tersebut justru berpotensi menyalahi prinsip dasar konstitusi.

Hakim Konstitusi Arsul Sani menjelaskan, penempatan Kapolri setingkat menteri bisa berdampak negatif terhadap posisi Polri sebagai alat negara.

“Artinya, dengan memosisikan jabatan Kapolri menjadi setingkat menteri, Kapolri secara otomatis menjadi anggota kabinet, jelas berpotensi mereduksi posisi Polri sebagai alat negara,” ujar Arsul, dikutip dari Tempo.co.

BACA JUGA:BPOM Bongkar Gudang Obat Ilegal Senilai Rp2,7 Miliar di Jakbar! Banyak Obat Berbahaya untuk Kesehatan

BACA JUGA:Seteleh OTT Kasus Korupsi Gubernur Riau Abdul Wahid, KPK Geledah Kantor Dinas Pendidikan, Apa yang Ditemukan?

Gugatan Ditolak! MK Tegaskan Jabatan Kapolri Tak Bisa Selevel Menteri dan Tak Seiring Masa Jabatan Presiden

Yudha IP

Yudha IP


bacakoran.co -  menolak seluruh permohonan uji materi yang meminta agar masa jabatan kepala kepolisian republik indonesia (kapolri) disamakan dengan masa jabatan presiden.

dibacakan langsung oleh ketua mk, suhartoyo, dalam di gedung mahkamah konstitusi, jakarta pusat, kamis (13/11/2025).

dalam sidang tersebut, mk mengadili tiga perkara sekaligus, yakni perkara nomor 19/puu-xxiii/2025, 147/puu-xxiii/2025, dan 183/puu-xxiii/2025.

putusan akhir menegaskan bahwa permohonan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan berpotensi menimbulkan dampak serius terhadap sistem ketatanegaraan.

“menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” tegas suhartoyo dalam sidang yang terbuka untuk umum, dikutip dari tempo.co

permohonan ini diajukan oleh sejumlah pihak yang menilai masa jabatan kapolri seharusnya berakhir bersamaan dengan masa jabatan presiden, seperti halnya para menteri dalam kabinet.

mereka beranggapan bahwa mekanisme itu akan membuat koordinasi pemerintahan lebih sinkron.

namun, mahkamah berpendapat sebaliknya, bahwa penyeragaman tersebut justru berpotensi menyalahi prinsip dasar konstitusi.

hakim konstitusi arsul sani menjelaskan, penempatan kapolri setingkat menteri bisa berdampak negatif terhadap posisi polri sebagai alat negara.

“artinya, dengan memosisikan jabatan kapolri menjadi setingkat menteri, kapolri secara otomatis menjadi anggota kabinet, jelas berpotensi mereduksi posisi polri sebagai alat negara,” ujar arsul, dikutip dari tempo.co.

menurut mahkamah, penyamaan jabatan kapolri dengan pejabat politik berpotensi mengikis independensi polri.

hal itu juga dapat menimbulkan konflik kepentingan antara lembaga penegak hukum dan kekuasaan eksekutif.

kapolri, dalam pandangan mk, harus tetap berdiri di luar struktur politik dan tidak terlibat dalam dinamika pemerintahan yang bersifat periodik.

lebih jauh, mk menegaskan bahwa tugas utama polri adalah menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat serta menegakkan hukum tanpa memihak kepentingan siapa pun.

“polri harus mampu menempatkan pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat serta penegakan hukum di atas kepentingan semua golongan, termasuk di atas kepentingan presiden,” bunyi pertimbangan yang dibacakan dalam sidang tersebut.

pandangan ini memperkuat posisi polri sebagai lembaga profesional yang berdiri di atas semua kepentingan politik.

jika kapolri disamakan kedudukannya dengan menteri, maka akan timbul persepsi bahwa polri merupakan bagian dari pemerintahan yang berkuasa.

hal ini jelas bertentangan dengan prinsip netralitas dan profesionalitas yang menjadi landasan pembentukan institusi polri pasca-reformasi.

mahkamah juga menegaskan bahwa jabatan kapolri sudah diatur secara jelas dalam undang-undang nomor 2 tahun 2002 tentang kepolisian negara republik indonesia.

dalam ketentuan tersebut, masa jabatan kapolri dibatasi oleh usia, evaluasi kinerja, dan penilaian langsung dari presiden.

“artinya, jabatan kapolri memiliki batas waktu dan dapat diberhentikan sewaktu-waktu berdasarkan evaluasi presiden sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” lanjut arsul, dikutip dari kompas.com.

dengan demikian, mk menilai tidak ada alasan konstitusional untuk mengubah mekanisme masa jabatan kapolri menjadi sejajar dengan masa jabatan presiden.

pengaturan yang berlaku saat ini justru menjaga keseimbangan antara kekuasaan presiden sebagai kepala pemerintahan dan independensi polri sebagai penegak hukum.

putusan mk ini mendapat sambutan positif dari sejumlah pengamat hukum tata negara.

mereka menilai langkah mahkamah sudah tepat demi menjaga profesionalitas dan netralitas institusi polri.

menurut para ahli, jika permohonan itu dikabulkan, maka bisa muncul kesan bahwa polri menjadi alat kekuasaan politik, bukan lagi alat negara yang melindungi seluruh warga negara.

kasus ini sempat menjadi perhatian publik karena menyentuh persoalan sensitif antara lembaga penegak hukum dan kekuasaan eksekutif.

namun, dengan ketegasan mk menolak permohonan tersebut, kejelasan struktur kelembagaan polri kini kembali diperkuat.

melalui keputusan ini, mahkamah konstitusi menegaskan kembali garis pembatas antara ranah politik dan ranah penegakan hukum.

polri harus tetap independen, netral, dan berdiri di atas semua kepentingan politik, sementara presiden tetap memiliki kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan kapolri sesuai aturan yang berlaku.

Tag
Share