BACAKORAN.CO - Kementerian Kehutanan (Kemenhut) ambil langkah hukum tegas terhadap perusahaan tambang nikel di Raja Ampat.
Kemenhut melalui Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Ditjen Gakkum) bergerak cepat menangani isu lingkungan akibat aktivitas tambang nikel di kawasan hutan Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Langkah hukum tegas disiapkan untuk memastikan perlindungan ekosistem yang memiliki nilai ekologis dan budaya tinggi.
Menindaklanjuti arahan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, Ditjen Gakkum Kemenhut melakukan pengumpulan data dan informasi (puldasi) pada 27 Mei hingga 2 Juni 2025 di Raja Ampat.
Tindakan ini merespons kekhawatiran publik terhadap dampak penambangan nikel terhadap ekosistem laut dan darat, termasuk terumbu karang yang menjadi ikon pariwisata Indonesia.
BACA JUGA:Ramai Tagar Save Raja Ampat! Kini Bahlil Ungkap Warga Pulau Gag Desak Lanjutan Proyek Tambang Nikel
BACA JUGA:Heboh! Tambang Nikel Ancam Keindahan Raja Ampat, Menteri ESDM Turun Tangan
Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, menegaskan komitmen Kemenhut untuk menjaga kelestarian Raja Ampat melalui tiga instrumen hukum: administratif, pidana, dan perdata.
"Kami akan segera melakukan pengawasan dan langkah-langkah hukum yang terukur, melalui 3 (tiga) instrumen hukum yaitu administratif, pidana dan perdata," ujar Dwi dalam keterangan resmi di Jakarta, Minggu (8/6/2025).
Tiga Perusahaan Tambang Nikel Jadi Sorotan
Berdasarkan hasil puldasi, Kemenhut mengidentifikasi tiga perusahaan yang terindikasi melakukan penambangan di kawasan hutan Raja Ampat:
PT GN (Gag Nikel): Memiliki Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) dan beroperasi di Pulau Gag.
BACA JUGA:Rusak Surga Raja Ampat! Komisi XII Desak Izin Tambang Dicabut Total
PT KSM (Kawei Sejahtera Mining): Memiliki PPKH, namun ditemukan aktivitas penambangan di luar izin seluas 5 hektare di Pulau Kawe.
PT MRP (Mulia Raymond Perkasa): Tidak memiliki PPKH dan melakukan eksplorasi tanpa izin di Pulau Batang Pele.