Terutama karena pengurangan hari kerja bisa berarti penurunan output produksi dalam berbagai sektor.
BACA JUGA:Gantian, Iran Balas dan Lepaskan Ratusan Rudal ke Tel Aviv Israel, Sirine Menggema!
Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Pembangunan Manusia, Kebudayaan, dan Pembangunan Berkelanjutan Kadin Indonesia, Shinta Widjaja Kamdani, menyampaikan kekhawatirannya mengenai dampak jumlah hari libur terhadap produktivitas nasional.
Menurutnya, tingginya jumlah hari libur dapat berkontribusi pada rendahnya produktivitas dalam kuartal kedua tahun ini.
"Kita harus bisa menghitung kembali jumlah hari kerja efektif, karena ini punya dampak sangat besar," ujarnya dalam sesi wawancara daring pada Jumat, 13 Juni 2025.
Pernyataan ini mencerminkan kebutuhan untuk mengkaji keseimbangan antara libur dan produktivitas secara lebih cermat.
BACA JUGA:Merokok Sembarangan? Siap-Siap Kena Denda Rp250 Ribu dan Sanksi Sosial!
BACA JUGA:Revolusi Transportasi! Rabu Diusulkan Jadi Hari Naik Angkutan Umum untuk Pegawai Swasta
Selain itu, Ekonom sekaligus Pakar Kebijakan Publik dari Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menyoroti bahwa tantangan utama bukan hanya soal banyaknya hari libur, melainkan bagaimana manajemen kerja dan libur diterapkan.
Ia mengungkapkan bahwa Indonesia masih menghadapi kendala dalam efisiensi kerja.
"Kita sering terjebak dalam mentalitas kerja panjang, bukan kerja cerdas. Banyak kantor masih menghargai kehadiran fisik ketimbang hasil konkret," jelasnya dalam wawancara pada Sabtu, 14 Juni 2025.
Sebagai perbandingan, produktivitas tenaga kerja di Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya.
BACA JUGA:Viral! Penipuan Online Bermodus Bukti Transfer Editan, Polisi Cianjur Bergerak Cepat
BACA JUGA:Serangan Balasan Iran Guncang Tel Aviv: Netanyahu dan Gallant Bersembunyi di Bunker
Malaysia memiliki produktivitas sebesar USD 30,1 per jam kerja, sedangkan Singapura mencapai USD 68,6, angka yang jauh lebih tinggi.