BACAKORAN.CO - QRIS (Quick Response Indonesian Standard) sepertinya menjadi media pembayaran buatan Indonesia yang diharapkan bisa mendunia.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry menyebutkan, kerja sama penggunaan QRIS kini tengah dijalankan dengan empat negara baru, yakni Korea Selatan, India, Uni Emirat Arab, dan Arab Saudi.
"In the process dengan Korea, India, Uni Emirat Arab, juga lagi proses dengan Saudi Arabia," kata Destry, dikutip Bacakoran.co dari CNBC Indonesia, Sabtu (12/07/2025).
Destry juga menegaskan bahwa layanan QRIS saat ini sudah bisa kalian gunakan di tiga negara, yakni Malaysia, Thailand, dan Singapura.
BACA JUGA:Polisi Dilaporkan ke Polisi Usai Diduga Tipu Toko Helm Pakai QRIS Palsu, Aksinya Terekam CCTV
Dengan hal ini, masyarakat Indonesia yang ingin berbelanja di negara itu tak lagi perlu menggunakan uang tunai, melainkan cukup memanfaatkan layanan QRIS di ponselnya.
"Jadi itu memudahkan, nanti kalau teman-teman (PMI) misalnya mau transaksi bisa dengan QRIS, mau itu dengan bank, base nya bank, atau dengan non bank, non bank itu kan banyak ya QRIS itu," tegasnya.
Sebelumnya Amerika Serikat menyoroti QRIS yang dinilai memberikan hambatan perdagangan AS di Indonesia.
Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) beberapa waktu lalu menerbitkan laporan National On Foreign Trade Barriers, Senin (31/3/2025).
Di dalam pernyataannya tersebut tertulis USTR mengatakan jika adanya hambatan perdagangan AS dan juga menyebutkan layanan pembayaran digital Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS).
Mereka mengungkapkan jika lembaga perbankan dan penyedia layanan pembayaran as tidak dilibatkan oleh pihak Bank Indonesia (BI) saat membuat kebijakan terkait QRIS.
BACA JUGA:Makin Maju! Wapres Ungkap Perkembangan Penggunaan QRIS di Indonesia, Bikin Pihak Lain Panas
“Stakeholder internasional tidak diberitahu potensi perubahan akibat kebijakan ini dan tidak diberi kesempatan untuk memberi pandangan terhadap sistem pembayaran tersebut,” kata USTR dalam laporannya.
"Perusahaan-perusahaan AS, termasuk penyedia pembayaran dan bank-bank, mencatat kekhawatiran bahwa selama proses pembuatan kebijakan kode QR BI, para pemangku kepentingan internasional tidak diberitahu tentang sifat perubahan potensial tersebut maupun diberi kesempatan untuk menjelaskan pandangan mereka mengenai sistem tersebut, termasuk bagaimana sistem tersebut dapat dirancang untuk berinteraksi paling lancar dengan sistem pembayaran yang ada," ungkap AS dalam dokumen USTR.