Langkah Diplomatik di Tengah Ancaman
BACA JUGA:Hadir di Acara Reuni UGM, Teman Seperjuangan Bela Jokowi Terkait Tudingan Ijazah Palsu: Pasti Asli!
BACA JUGA:Nyesek! Ibu Lansia Dianiaya Anak di Probolinggo, Diseret Tanpa Baju dan Dibuang ke Jalan
Di tengah eskalasi militer, tekanan internasional mulai berdatangan.
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, turun tangan dengan melakukan panggilan diplomatik kepada kedua pihak pada Sabtu (26/7/2025).
Dalam pembicaraan tersebut, Trump memberikan ultimatum tegas, jika Thailand dan Kamboja tidak segera menghentikan perang, maka negosiasi mengenai tarif impor dengan Washington akan dibekukan.
Ancaman tersebut tidak main-main, karena seperti negara lainnya, barang-barang ekspor dari Thailand dan Kamboja saat ini dikenai tarif tinggi oleh Amerika Serikat, yakni mencapai 36%.
BACA JUGA:Viral! Polisi Grebek Kios di Pondok Ranggon usai Diduga Jual Obat-obatan Terlarang
BACA JUGA:Khitanan Massal TNI AU di Maros! 150 Anak Sambut Momen Bersejarah dengan Senyum
Ancaman pembekuan negosiasi dagang jelas menjadi tekanan ekonomi yang serius, terutama bagi kedua negara yang sedang berupaya memulihkan diri dari dampak pandemi dan krisis global sebelumnya.
Walau pertempuran masih berlanjut dan belum ada tanda-tanda penurunan intensitas di garis depan, pernyataan resmi dari pemerintah Thailand dan Kamboja menunjukkan bahwa mereka bersedia untuk membuka jalur diplomasi.
Para analis menilai bahwa intervensi diplomatik dari negara-negara besar dan organisasi internasional bisa menjadi kunci untuk meredakan konflik dan mencegah korban jiwa lebih lanjut.
Kini, mata dunia tertuju ke kawasan Asia Tenggara, menanti apakah kedua negara bisa mengesampingkan ego nasional demi stabilitas regional dan keselamatan rakyat mereka.
BACA JUGA:Terungkap! 14 Lapak Liar Dekat Stadion Cirebon Dibongkar, Jadi Sarang Mesum & Pesta Miras
Konflik ini bukan hanya soal batas tanah, melainkan cerminan dari betapa kompleksnya sejarah dan politik yang bisa memicu tragedi kemanusiaan, jika tidak dikelola dengan bijak.