BACAKORAN.CO - Ketegangan antara dua negara bertetangga di Asia Tenggara, Thailand dan Kamboja, mencapai puncaknya dengan pecahnya perang yang kini memasuki hari keempat.
Pada Minggu (27/7/2025), dentuman artileri kembali mengguncang kota Samraong di Kamboja, sebuah wilayah yang terletak sekitar 20 kilometer dari garis depan pertempuran.
Suara ledakan bersahutan terdengar sejak dini hari dan menciptakan suasana mencekam bagi warga setempat yang kini hidup dalam ketidakpastian.
Menurut laporan dari kantor berita AFP, Juru Bicara Kementerian Pertahanan Kamboja, Maly Socheata, mengonfirmasi bahwa bentrokan sengit terjadi di sekitar dua kompleks candi kuno yang selama ini menjadi wilayah sengketa antara kedua negara.
BACA JUGA:Sosok Camat Padang Tiji Diduga Selingkuh dengan Istri Orang Lain di Mobil Dinas, Netizen: Copot!
BACA JUGA:Prancis Akui Negara Palestina, Komentar Donald Trump Bikin Kaget: Tak Mengubah Apapun!
Pertempuran dilaporkan dimulai sekitar pukul 04.50 pagi, sementara menurut keterangan Wakil Juru Bicara Angkatan Darat Thailand, Ritcha Suksuwanon, serangan artileri dari pihak Kamboja sudah terdengar sejak pukul 04.00 pagi, menandakan bahwa tensi memuncak sejak subuh.
Akar Masalah Sengketa Wilayah yang Membara
Perang ini bermula pada Kamis (24/7/2025), ketika pasukan dari kedua negara terlibat baku tembak di kawasan perbatasan.
Konflik tersebut bukan hal baru, melainkan kelanjutan dari sengketa historis yang telah berlangsung selama bertahun-tahun, terutama terkait klaim atas wilayah candi yang memiliki nilai sejarah dan simbolisme kuat bagi masing-masing bangsa.
BACA JUGA:Pilu! Bocah 6 Tahun Hilang di Pasar Pedamaran, Ditemukan Tewas Mengenaskan di Kebun Karet OKI
BACA JUGA:Tiongkok Bantah Keras Tuduhan Kirim Senjata ke Kamboja, Konflik Perbatasan dengan Thailand Memanas
Situasi terus memburuk sejak insiden pertama, dan menurut sumber resmi dari kedua belah pihak, setidaknya 33 orang telah dikonfirmasi meninggal dunia akibat bentrokan ini.
Sementara itu, sekitar 200 warga dari wilayah yang berada di sekitar zona konflik terpaksa meninggalkan rumah mereka demi mencari perlindungan.
Mereka mengungsi ke tempat yang dianggap lebih aman, namun kondisi para pengungsi masih sangat memprihatinkan, minim akses terhadap air bersih, makanan, dan bantuan medis.