Kini, nasib pendidikan kedua siswi itu menjadi tanda tanya.
Pihak sekolah mengaku tidak bisa memberikan jaminan apakah mereka bisa melanjutkan sekolah di tempat lain.
Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi dunia pendidikan Indonesia, terutama dalam menghadapi era digital yang serba cepat dan mudah tersebar.
Hal kecil yang dianggap sepele bisa berdampak besar terhadap nama baik sekolah dan pribadi siswa.
“Setiap Jumat pagi kami rutin adakan pembinaan karakter lewat literasi Alquran sesuai instruksi Gubernur Sulsel. Di situ saya sampaikan siraman rohani agar siswa tidak melakukan hal serupa,” ungkap Muchlis kepada Kompas.com.
Peristiwa ini bukan hanya tentang jari tengah atau emoticon salah kirim.
Ini adalah kisah tentang kurangnya literasi digital, empati, dan disiplin di kalangan pelajar.
BACA JUGA:Cara Membangun Karakter Belajar Mandiri Siswa lewat Pendampingan Orang Tua dan Guru
Di tengah gempuran konten viral, nilai-nilai etika dan penghormatan terhadap guru tak boleh dilupakan.
Sekolah berharap peristiwa ini menjadi bahan evaluasi, bukan hanya bagi siswa, tapi juga bagi orang tua, pendidik, dan masyarakat luas.
“Kadang, hal kecil yang kita anggap biasa justru meninggalkan jejak yang dalam,” pungkas Muchlis.