Lagu Indonesia Raya mulai dinyanyikan dalam berbagai kongres, termasuk oleh Partai Nasional Indonesia (PNI) pada Mei dan September 1929.
Namun, popularitas lagu ini membuat pemerintah kolonial Belanda khawatir.
Pada 1930, lagu Indonesia Raya dinyatakan berbahaya dan dilarang diperdengarkan di depan umum.
WR Soepratman bahkan sempat diinterogasi oleh aparat Belanda, meski akhirnya dilepaskan karena tidak terbukti melakukan hasutan.
Kenapa Hanya Satu Stanza yang Dinyanyikan?
BACA JUGA:Ups! Jangan Lakukan 7 Kesalahan Fatal Ini Saat Upacara Kemerdekaan 17 Agustus
Pada tahun 1944, Jepang membentuk Panitia Lagu Kebangsaan Indonesia yang diketuai oleh Ir. Soekarno dan beranggotakan tokoh-tokoh seperti Ki Hajar Dewantara, Oetojo, dan lainnya.
Panitia ini melakukan revisi terhadap naskah asli lagu Indonesia Raya sebanyak tiga kali dari segi bahasa, sastra, dan musik.
Dalam proses tersebut, diputuskan bahwa lagu Indonesia Raya cukup dinyanyikan satu stanza saja.
Alasannya, stanza pertama sudah cukup mewakili semangat persatuan dan lebih mudah dinyanyikan bersama oleh masyarakat.
Keputusan ini kemudian diperkuat dengan pengesahan lagu Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan pada 29 Oktober 1948.
Penetapan resmi tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 1958 dan Lembaran Negara Nomor 72 Tahun 1958.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan juga menetapkan bahwa Indonesia Raya dinyanyikan satu stanza dengan satu kali ulangan pada bait ketiga stanza pertama.
Isi Lengkap Tiga Stanza Indonesia Raya
BACA JUGA:Lengkap! Ini Susunan Upacara 17 Agustus 2025 HUT ke-80 RI: Sesuai Pedoman Resmi Kemendikdasmen
BACA JUGA:Persiapan Upacara HUT ke-80 RI Sudah 70%, Istana Masih Beri Catatan Penting!
Meski hanya satu stanza yang dinyanyikan secara resmi, WR Soepratman sebenarnya menulis tiga stanza penuh makna.