BACAKORAN.CO - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mengambil langkah tegas dalam menghadapi meningkatnya kasus rabies.
Gubernur NTT Emanuel Melkiades Laka Lena resmi mengeluarkan Instruksi Gubernur Nomor 01/Disnak/2025 yang membatasi pergerakan Hewan Penular Rabies (HPR), terutama anjing, mulai 1 September hingga 1 November 2025.
Instruksi tersebut diberlakukan menyusul melonjaknya kasus gigitan hewan rabies di NTT yang sudah menelan korban jiwa.
Berdasarkan data pemerintah daerah, sejak Januari hingga Agustus 2025 terdapat 10.605 kasus gigitan HPR dengan 16 orang meninggal dunia.
Kepala Dinas Peternakan NTT, John Oktovianus, menjelaskan sistem pembatasan ini mirip dengan penerapan lockdown COVID-19 pada manusia.
BACA JUGA:Jakarta Gelar Vaksin Rabies Gratis Kucing, Anjing, hingga Monyet! Yakin Peliharaanmu Gak di Vaksin?
BACA JUGA:Kenali 2 Gejala Penyakit Rabies yang Dapat Mengakibatkan Kematian, Apakah Bisa Disembuhkan?
Bedanya, kali ini berlaku untuk hewan, terutama anjing sebagai penular rabies terbesar.
“Jadi kalau semua anjing diikat, otomatis kalau ada anjing yang rabies akan mati sendiri, tidak akan menular ke yang lain. Artinya mati di lingkungan tuannya sendiri, bukan di tempat lain lagi,” ujarnya, dikutip dari IDN Times NTB.
Dalam instruksi gubernur, masyarakat diwajibkan mengikat atau mengandangkan anjing, kucing, maupun kera di lingkungan rumah masing-masing.
Hewan-hewan tersebut dilarang dilepasliarkan agar rantai penularan rabies bisa diputus.
Gubernur Melki juga menegaskan aturan ini berlaku ketat.
BACA JUGA:Waspada! 5 Tanda Penyakit Rabies Pada Anjing, Hati-hati Jangan Sampai Kamu Tergigit
BACA JUGA:Kenali Gejala Rabies Pada Hewan Peliharaan Sebelum Kamu Tertular, Berikut Cirinya!
“Kami sudah bersurat ke bupati-bupati se-NTT nanti aturannya mulai berlaku bulan September selama dua bulan. Tidak boleh ada lagi anjing dan semua hewan pembawa rabies itu bebas berkeliaran,” tegasnya, dikutip dari Validnews.