BACAKORAN.CO - Di balik tragedi memilukan yang menimpa TAS korban mutilasi di Mojokerto, tersimpan kisah perjuangan orang tua yang luar biasa.
Setiawan Darmadi dan istrinya bukanlah pasangan yang bergelimang harta.
Mereka adalah pedagang kaki lima di Lamongan, Jawa Timur, yang sehari-hari menjajakan sempol keliling kampung dan sesekali mangkal di depan Masjid Agung Lamongan.
Gerobak sempol mereka bukan sekadar alat berdagang, tapi simbol harapan dan pengorbanan demi masa depan anak-anaknya.
Sebelum berjualan sempol, keluarga ini sempat mencoba peruntungan dengan menjual es tebu.
Namun karena hasilnya tak menentu dan bergantung musim, mereka beralih ke sempol yang lebih stabil secara ekonomi.
BACA JUGA:Ngeri, Alvi Tersangka Mutilasi Wanita di Mojokerto Pernah Bekerja Sebagai Tukang Jagal Hewan!
BACA JUGA:Keji, Pacaran 5 Tahun Berakhir Tragis, Wanita di Mojokerto Dimutilasi 65 Bagian, Pelaku Ditangkap!
Sempol bisa dijual murah, namun tetap memberi keuntungan per tusuk.
Cocok untuk lokasi strategis seperti masjid, sekolah, atau pasar.
Receh demi receh mereka kumpulkan, hingga akhirnya mampu menyekolahkan TAS sampai lulus dari Program Studi Manajemen Universitas Trunojoyo Madura, sebuah perguruan tinggi negeri di Pulau Madura.
Adik TAS, yang masih duduk di bangku kelas 11 SMA, juga dibiayai dari hasil jualan tersebut.
Namun, kebahagiaan itu tak bertahan lama.
Gerobak sempol yang dulu menjadi saksi perjuangan kini terparkir.
Sang ibu mengurung diri dalam duka, sementara sang ayah masih bergelut dengan kesedihan yang belum selesai.