Menurut Larona, dalam situasi darurat, keputusan yang harus diambil adalah life saving amputation.
“Salah satu prinsip tindakan kegawatdaruratan itu adalah life saving is first, limb is second. Artinya, penyelamatan nyawa lebih penting daripada menyelamatkan anggota tubuh,” tegasnya, dikutip dari detikJatim.
Proses Amputasi Penuh Risiko di Reruntuhan
Evakuasi Ahmad berlangsung di ruang sempit dengan segala keterbatasan alat medis.
BACA JUGA:Hari ke-5 Evakuasi Korban Musala Ambruk Ponpes Al Khoziny: Tim SAR Temukan 3 Korban MD Lagi
BACA JUGA:Data Terkini, 10 Korban Tewas dan 103 Selamat dari Robohnya Ponpes Al Khoziny!
Larona tidak sendirian, ia dibantu dokter anestesi dr Farouq Abdurrahman dan PPDS Ortopedi dr Aaron Franklyn.
Aaron yang melakukan amputasi langsung karena berada paling dekat dengan korban, sementara Farouq memantau kondisi pasien dan memberi obat bius.
“Jadi kami kerjakan bersama-sama sampai bisa dilakukan dan itu lumayan susah juga memotongnya. Kami perlu tarik sedikit, kemudian dipotong lagi, lalu ditarik kembali, baru dipotong lagi. Saya juga membantu memindahkan posisi pasien agar potongan bisa berjalan dengan lancar,” jelas Larona, dikutip dari detikJatim.
Operasi darurat itu berlangsung sekitar 20 menit dengan risiko tinggi.
Begitu tangan Ahmad berhasil diamputasi, tubuhnya segera ditarik keluar oleh tim Basarnas yang sudah menunggu di luar reruntuhan.
BACA JUGA:Bangunan Ponpes Al Khoziny Sidoarjo Ambruk: Fondasi Lemah Diduga Jadi Penyebab!
Ahmad kemudian distabilkan dengan pemasangan infus ganda, pemberian oksigen, serta penanganan luka sebelum dilarikan ke RSUD Sidoarjo.
Kondisi Terkini Nur Ahmad
Sesampainya di rumah sakit, Ahmad langsung menjalani operasi lanjutan untuk membersihkan luka, membuang jaringan mati, dan merapikan kulit.