Pelaku Ledakan SMAN 72 Jakut Masih Mendapatkan KJP, Pramono Anung: Masih Terduga!

Sabtu 22 Nov 2025 - 23:50 WIB
Reporter : Yanti D.P
Editor : Yanti D.P

BACAKORAN.CO - Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung tegas ungkap bahwa anak berhadapan dengan hukum (ABH) dalam kasus SMAN 72 masih tetap berhak menerima Kartu Jakarta Pintar (KJP).

Pramono mengungkapkan ini karena status siswa tersebut hingga kini masih sebagai terduga.

"Tentunya karena sekarang ini statusnya masih 'terduga', yang bersangkutan tetap berhak menerima KJP Plus," ujar Pramono di Balai Kota Jakarta, dilansir Bacakoran.co dari Detiknews, Sabtu (22/11/2025)

Ia juga menekankan bahwa Pemprov DKI tidak boleh gegabah mengambil keputusan yang berpotensi merugikan masa depan seorang anak sebelum ada hasil proses hukum yang jelas.

BACA JUGA:Fakta Baru, Terduga Pelaku Peledakan SMAN 72 Jakut Beli Bom Secara Online dan Akui untuk Eskul!

BACA JUGA:Ayah Terduga Pelaku Ledakan SMAN 72 Jakut Akui Kaget Anaknya Terlibat Peledakan, Begini Kondisi Terkini!

Menurutnya, menghentikan bantuan pendidikan justru dapat menimbulkan dampak sosial yang lebih besar.

BACAKORAN.CO - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ungkap bahwa siswa pelaku peledakan tergabung di dalam grup True Crime Community.

Kepala BNPT Komjen Eddy Hartono ungkap Anak Berkonflik dengan Hukum (ABH) ini diduga melihat aksi kekerasan di berbagainnegara dan meniru aksi tersebut.

"Yang SMA 72, diketahui Densus juga, mengakses kepada grupnya namanya TCC, True Crime Community," kata Kepala BNPT Komjen Eddy Hartono dalam konferensi pers, dikutip Bacakoran.co dari CNN Indonesia, Rabu (19/11/2025).

"Jadi dia bisa meniru ide perilaku apa yang terjadi, sehingga dia meniru supaya bisa dibilang hebat ya, supaya ada kebanggaan," ucap Eddy.

BACA JUGA:Mengejutkan, Terduga Pelaku Ledakan SMAN 72 Jakut Pernah Laporkan Kasus Bullying Tapi Diabaikan!

BACA JUGA:Pelaku Peledakan SMAN 72 Jakut Berangsur Pulih, Polisi Akan Segera Melakukan Pemeriksaan!

Disampaikan Eddy, saat ini para pihak terkait sedang melakukan pendalaman lebih lanjut untuk mengetahui kondisi psikologis dari pelaku.

"Itu lah yang kami sekarang dengan Kementerian PPA, dengan KPAI, kemudian Kemensos, melibatkan ahli-ahli psikologis untuk tadi itu, memetakan, sehingga ketika diketahui secara psikologis apa yang terjadi, baru kita melakukan rehabilitasi," ujarnya.

Kategori :