Pasca Banjir Sumatera, Viral Ajakan Patungan Beli Hutan dari Netizen Demi Selamatkan Satwa dan Ekosistem

Minggu 07 Dec 2025 - 09:30 WIB
Reporter : Rida Satriani
Editor : Rida Satriani

Ide ini dianggap lebih konkret dibanding sekadar berdonasi sesaat. 

Dengan membeli hutan secara kolektif, masyarakat merasa bisa ikut menjaga kelestarian lingkungan tanpa campur tangan pihak yang berpotensi mengeksploitasi lahan.

Beberapa pengguna juga menambahkan informasi bahwa praktik membeli hutan untuk konservasi bukanlah hal baru. 

Ada organisasi nirlaba (NGO) yang sudah melakukannya. 

Misalnya, Kalaweit di Sumatera Barat yang mengelola hutan untuk penangkaran siamang dan ungko. 

Di Bogor, terdapat pula hutan milik Ibu Rosita yang dijadikan kawasan konservasi.

“Ada NGO yang beli hutan, kok. Di Sumatera Barat ada Kalaweit. Lahan hutan mereka cukup luas untuk penangkaran siamang dan ungko. Ada juga hutan ibu Rosita di Puncak, Bogor,” tulis seorang netizen lain.

Refleksi Kesadaran Lingkungan

BACA JUGA:Krisis Kesehatan di Aceh Banjir Lumpuhkan RS, Listrik Padam, Oksigen Menipis!

BACA JUGA:Banjir dan Longsor Aceh 2025: 349 Korban Jiwa, 92 Hilang, 1,4 Juta Jiwa Terdampak

Fenomena ini menjadi cerminan meningkatnya kesadaran publik terhadap isu lingkungan. 

Jika sebelumnya masyarakat lebih banyak terlibat dalam aksi donasi untuk korban bencana, kini muncul gagasan jangka panjang yang menyasar akar masalah, yaitu deforestasi.

Ajakan patungan membeli hutan dianggap sebagai bentuk partisipasi nyata masyarakat dalam menjaga ekosistem. 

Dengan langkah kolektif, hutan bisa tetap lestari, satwa asli Indonesia terlindungi, dan generasi mendatang masih dapat menikmati kekayaan alam negeri ini.

Tantangan dan Harapan

Meski ide ini menuai dukungan luas, tantangan tetap ada. 

Membeli hutan membutuhkan legalitas, dana besar, serta pengelolaan berkelanjutan. 

Namun, dengan adanya NGO dan komunitas yang sudah berpengalaman, peluang untuk mewujudkan gagasan tersebut bukanlah hal mustahil.

Kategori :