Meski demikian, besaran dampaknya masih dalam perhitungan internal.
BSI memastikan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian perbankan, namun juga mempertimbangkan sisi kemanusiaan serta keberlangsungan usaha petani sebagai tulang punggung sektor pangan.
Terkait mekanisme penghapusan, Anggoro menegaskan bahwa OJK memiliki peran sentral dalam menentukan bentuk kebijakan.
Hingga saat ini, BSI masih menunggu arahan resmi mengenai regulasi yang akan diterapkan, termasuk apakah program hapus buku dilakukan secara total atau selektif.
Koordinasi antara pemerintah daerah, bank penyalur, dan OJK akan menjadi tahap awal sebelum kebijakan dijalankan.
Tujuannya agar implementasi kebijakan tetap sesuai aturan, tidak menimbulkan risiko sistemik bagi sektor keuangan, serta tepat sasaran bagi petani yang membutuhkan.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto telah menyampaikan komitmen pemerintah untuk menghapus utang KUR petani yang terdampak bencana alam.
Pernyataan tersebut disampaikan langsung saat kunjungannya ke Kabupaten Bireuen, Aceh.
Presiden menegaskan bahwa kegagalan petani dalam membayar KUR bukan disebabkan kelalaian, melainkan kondisi force majeure.
Oleh karena itu, negara hadir untuk memberikan solusi agar petani dapat kembali bangkit tanpa terbebani utang masa lalu.
Selain penghapusan KUR, pemerintah juga menyiapkan langkah pengamanan ketahanan pangan dengan menyalurkan bantuan pangan dari daerah lain yang memiliki stok berlebih ke wilayah terdampak bencana.
Di sisi lain, OJK juga tengah mengkaji pemberlakuan kebijakan restrukturisasi kredit bagi UMKM terdampak bencana, yang mengacu pada Peraturan OJK (POJK) Nomor 19 Tahun 2022.
BACA JUGA:Plafon KUR Bank Jateng Sragen Naik Jadi Rp1 Miliar Mulai 2026, UMKM Makin Mudah Naik Kelas
Aturan ini memungkinkan perbankan memberikan keringanan berupa penundaan angsuran, perpanjangan tenor, hingga pengurangan kewajiban pembayaran.