bacakoran.co

Banjir Rob Pergi, Lumpur Datang! Derita Baru Warga Muara Angke

Banjir rob surut, tapi warga Muara Angke kini hadapi lumpur tebal yang menghambat aktivitas. --Youtube-METRO TV

BACAKORAN.CO - Muara Angke kembali menjadi sorotan.

Setelah berhari-hari dikepung banjir rob yang nyaris menjadi tamu tetap, kini warga harus menghadapi babak baru: jalanan yang berubah menjadi lautan lumpur.

Genangan air memang mulai surut, tetapi meninggalkan jejak pekat berupa lumpur tebal yang menutup akses utama warga.

Aktivitas terganggu, kendaraan mogok, dan harapan akan perbaikan pun kembali diuji.

BACA JUGA:Penjaringan Terendam Lagi! Banjir Rob Capai 85 cm, Aktivitas Warga Lumpuh

BACA JUGA:Darurat Cuaca Ekstrem! Banjir dan Longsor Luluhlantakkan Ambon

Ironisnya, proyek peninggian jalan yang sempat digadang-gadang sebagai solusi justru rusak sebelum sempat rampung.

Fenomena ini bukan sekadar bencana alam, tapi potret nyata dari krisis infrastruktur dan ketahanan lingkungan di kawasan pesisir Jakarta.

Di tengah janji pembangunan tanggul dan harapan akan masa depan yang lebih kering, warga Muara Angke justru harus bertahan dengan sepatu bot dan semangat yang tak kunjung padam.

Dari Air ke Lumpur: Derita Tak Berujung

BACA JUGA:Balikpapan Lumpuh Dikepung Banjir: Pertokoan dan Rumah Sakit Tergenang Air

BACA JUGA:Jakarta Terendam! Banjir Parah Buat Sejumlah Kendaraan Mogok di Tengah Jalan

Pada akhir Juni 2025, banjir rob yang sempat merendam kawasan ini mulai surut.

Namun, alih-alih membawa kelegaan, surutnya air justru menyisakan lumpur setinggi 60 sentimeter di beberapa titik, terutama di Jalan Mandala Bahari, kawasan Pengadogan.

Lumpur ini bukan hanya mengganggu mobilitas, tetapi juga merusak jalan yang baru saja dicor oleh pemerintah provinsi.

Banjir Rob Pergi, Lumpur Datang! Derita Baru Warga Muara Angke

Puput

Puput


bacakoran.co -  kembali menjadi sorotan.

setelah berhari-hari dikepung  yang nyaris menjadi tamu tetap, kini warga harus menghadapi babak baru: jalanan yang berubah menjadi lautan lumpur.

genangan air memang mulai surut, tetapi meninggalkan jejak pekat berupa  tebal yang menutup akses utama warga.

aktivitas terganggu, kendaraan mogok, dan harapan akan perbaikan pun kembali diuji.

ironisnya, proyek peninggian jalan yang sempat digadang-gadang sebagai solusi justru rusak sebelum sempat rampung.

fenomena ini bukan sekadar bencana alam, tapi potret nyata dari krisis infrastruktur dan ketahanan lingkungan di kawasan pesisir jakarta.

di tengah janji pembangunan tanggul dan harapan akan masa depan yang lebih kering, warga muara angke justru harus bertahan dengan sepatu bot dan semangat yang tak kunjung padam.

dari air ke lumpur: derita tak berujung

pada akhir juni 2025, banjir rob yang sempat merendam kawasan ini mulai surut.

namun, alih-alih membawa kelegaan, surutnya air justru menyisakan lumpur setinggi 60 sentimeter di beberapa titik, terutama di jalan mandala bahari, kawasan pengadogan.

lumpur ini bukan hanya mengganggu mobilitas, tetapi juga merusak jalan yang baru saja dicor oleh pemerintah provinsi.

warga terpaksa mendorong motor mereka melewati jalanan licin dan becek.

beberapa bahkan harus menunda aktivitas ekonomi karena akses ke warung dan tempat kerja terhambat.

“kemarin itu air datang dari utara lalu berkumpul di tengah jalan.

tingginya mencapai lutut orang dewasa,” ujar seorang warga bernama jenggot.

hidup di atas ancaman

muara angke memang dikenal sebagai kawasan yang berada di bawah permukaan laut.

tak heran jika banjir rob menjadi langganan.

hampir setiap hari, air laut pasang masuk ke rumah-rumah warga, merusak perabotan dan membuat mereka hidup dalam kekhawatiran.

ketua rt setempat, ameh, mengungkapkan bahwa warganya selalu waswas setiap malam.

“kita tiap hari waswas, ini besok banjirnya gede nggak ya,” katanya.

meski demikian, banyak warga enggan direlokasi karena alasan ekonomi dan keterikatan emosional dengan tempat tinggal mereka.

harapan pada tanggul

pemerintah provinsi dki jakarta telah menjanjikan pembangunan tanggul sebagai solusi jangka panjang.

gubernur pramono anung bahkan turun langsung ke lokasi dan menargetkan proyek rampung sebelum desember 2025.

namun, warga berharap proyek ini tidak hanya menjadi janji manis.

sementara itu, warga terus beradaptasi.

mereka menaruh barang-barang elektronik di atas meja, menyiapkan sepatu bot di depan pintu, dan tetap menjalani hidup meski dalam kondisi serba terbatas.

meski banjir rob telah surut, penderitaan warga muara angke belum benar-benar usai.

lumpur tebal yang menutupi jalan dan gang permukiman menjadi tantangan baru yang tak kalah menyulitkan.

aktivitas warga terganggu, kendaraan mogok, dan rencana perbaikan infrastruktur pun tertunda.

di tengah keterbatasan, warga tetap bertahan, mengandalkan semangat gotong royong dan harapan akan perubahan.

fenomena ini menjadi pengingat bahwa solusi jangka pendek tak cukup untuk mengatasi persoalan lingkungan di kawasan pesisir.

diperlukan langkah nyata dan berkelanjutan dari pemerintah, mulai dari pembangunan tanggul yang tepat sasaran hingga sistem drainase yang memadai.

jika tidak, muara angke akan terus menjadi langganan bencana yang datang silih berganti hari ini rob, esok lumpur, lusa entah apa lagi.

mari kita tidak hanya menunggu air surut, tapi juga mendorong perubahan yang benar-benar berpihak pada warga.

karena muara angke bukan sekadar titik di peta jakarta ia adalah rumah bagi ribuan harapan yang tak boleh terus-menerus tenggelam.

Tag
Share