bacakoran.co

Vonis 4,5 Tahun Tom Lembong: IAW Ungkap Pelanggaran Impor Gula yang Lebih Besar, Kejagung Dikritik

Vonis 4,5 Tahun Tom Lembong: IAW Ungkap Pelanggaran Impor Gula yang Lebih Besar, Kejagung Dikritik--detikNews - detikcom

IAW mengungkap bahwa praktik impor gula di Indonesia sejak 2005 dipenuhi pelanggaran kuota dan kejanggalan prosedural yang tak pernah ditindak. Beberapa temuan penting:

- 2005–2009: Kuota impor ditetapkan namun kerap dilanggar, tanpa proses hukum.  

BACA JUGA:Ramai Kabar Pembatasan VoiP WhatsApp Call, Ini Kata Menkomdigi!

BACA JUGA:Bukan Hanya Erika Carlina, Deddy Corbuzier Ungkap Ada Korban Lain yang Hamil di Luar Nikah!

- 2011–2014: Impor meningkat drastis tanpa koordinasi antarlembaga.  

- 2017–2019: Kuota impor dilabrak lagi, tetapi tak ada penuntutan.  

- 2020–2024: Volume impor jauh melebihi kuota resmi, tanpa tindakan hukum.

Rata-rata impor gula selama 2005–2024 mencapai 3,2 juta ton per tahun, dengan puncaknya pada 2020 yaitu 5,54 juta ton. 

BACA JUGA:Zuhdi Guru Madin Dapat Motor Baru dan Hadiah Umroh dari Donasi Usai Viral Dituntut Rp25 Juta oleh Wali Murid

BACA JUGA:Jalani USG, Erika Carlina Ucap Permohonan Maaf dan Siap Lahir Agustus Mendatang: Aku Perlu Perlindungan

Pada 2024, Indonesia mengimpor 5 juta ton, jauh melampaui kuota resmi sebesar 3,45 juta ton. 

Jika logika BPKP diterapkan ke seluruh periode, potensi kerugian negara secara teoritis bisa mencapai Rp11,56 triliun. 

Bahkan jika hanya dikoreksi 60 persen dari tahun bermasalah, tetap ada kerugian sekitar Rp6,9 triliun.

Namun, hanya tahun 2015–2016 yang diproses hukum, membuat IAW menyebut vonis terhadap Lembong sebagai “politik hukum yang timpang”. 

BACA JUGA:Putri dan Ula Siap Tanggung Jawab Atas Insiden Pesta Rakyat yang Ricuh di Garut dengan 3 Korban Jiwa

Vonis 4,5 Tahun Tom Lembong: IAW Ungkap Pelanggaran Impor Gula yang Lebih Besar, Kejagung Dikritik

Ayu

Ayu


bacakoran.co - putusan pengadilan terhadap mantan menteri perdagangan, thomas lembong, yang dijatuhi hukuman 4,5 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi impor gula kristal mentah (gkm) tahun 2015–2016, memicu perdebatan luas di tengah masyarakat. 

salah satu yang paling vokal menyoroti vonis ini adalah indonesian audit watch (iaw), yang menyebut banyak kejanggalan dalam proses hukum tersebut.

menurut iaw, kasus yang menyeret lembong hanyalah potongan kecil dari persoalan besar dalam sistem impor gula nasional selama dua dekade terakhir. 

iskandar sitorus, sekretaris pendiri iaw, menyampaikan bahwa vonis tersebut membuat publik mempertanyakan integritas audit dan kinerja aparat penegak hukum. 

“ketika hakim membacakan putusan, publik justru menertawakan jaksa dan bpkp, karena sejak awal kasus ini cacat logika," kata iskandar, dikutip bacakoran.co dari disway, minggu (20/7).

iaw menyoroti bahwa meskipun tidak ada bukti nyata mengenai kerugian negara, terutama setelah audit resmi dari bpk menyatakan nihil kerugian, vonis tetap dijatuhkan. 

sementara bpkp, bukan bpk, yang menghitung potensi kerugian sebesar rp578 miliar, justru menggunakan metode perbandingan antara bea masuk gkm dan harga gula kristal putih (gkp), dua produk yang berbeda dan tidak relevan untuk pengukuran kerugian negara. 

audit tersebut juga tidak memenuhi standar mahkamah konstitusi berdasarkan putusan no. 25/puu-xiv/2016 yang mensyaratkan kerugian harus nyata, pasti, dan terukur.

lebih dari itu, hakim pun menyatakan bahwa lembong tidak memiliki niat jahat (mens rea), tetapi tetap dijatuhi hukuman. 

kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar di kalangan publik: jika benar negara dirugikan dalam proses impor gula, mengapa hanya periode 2015–2016 yang diproses hukum? kenapa pelanggaran serupa yang terjadi sebelum dan sesudah periode tersebut tidak tersentuh?

iaw mengungkap bahwa praktik impor gula di indonesia sejak 2005 dipenuhi pelanggaran kuota dan kejanggalan prosedural yang tak pernah ditindak. beberapa temuan penting:

- 2005–2009: kuota impor ditetapkan namun kerap dilanggar, tanpa proses hukum.  

- 2011–2014: impor meningkat drastis tanpa koordinasi antarlembaga.  

- 2017–2019: kuota impor dilabrak lagi, tetapi tak ada penuntutan.  

- 2020–2024: volume impor jauh melebihi kuota resmi, tanpa tindakan hukum.

rata-rata impor gula selama 2005–2024 mencapai 3,2 juta ton per tahun, dengan puncaknya pada 2020 yaitu 5,54 juta ton. 

pada 2024, indonesia mengimpor 5 juta ton, jauh melampaui kuota resmi sebesar 3,45 juta ton. 

jika logika bpkp diterapkan ke seluruh periode, potensi kerugian negara secara teoritis bisa mencapai rp11,56 triliun. 

bahkan jika hanya dikoreksi 60 persen dari tahun bermasalah, tetap ada kerugian sekitar rp6,9 triliun.

namun, hanya tahun 2015–2016 yang diproses hukum, membuat iaw menyebut vonis terhadap lembong sebagai “politik hukum yang timpang”. 

penegakan hukum yang hanya memotong sebagian fakta disebut mengkhianati prinsip equality before the law yang dijamin uud 1945.

iaw juga mengecam penggunaan audit yang selektif dan manipulatif, serta menuntut dilakukan audit nasional terhadap impor gula selama 2005–2025. 

mereka meminta keterlibatan bpk, kpk, dan pakar independen agar audit bersifat faktual, metodologis, dan transparan. 

di sisi lain, regulasi harus direformasi, dengan harmonisasi antara permentan, kebijakan kemendag, dan metode audit agar tak membuka celah permainan oknum.

tak hanya itu, iaw juga mendesak dilakukannya judicial review terhadap definisi “kerugian negara” dalam hukum indonesia, agar tidak bisa dimanipulasi oleh auditor maupun penegak hukum. 

mereka menyebut kasus tom lembong hanyalah cermin dari persoalan yang lebih besar.

pada akhirnya, jika hukum memang bertujuan menegakkan keadilan, maka semua pihak yang terlibat di berbagai periode harus diproses secara setara. 

jika tidak, vonis ini hanya akan dikenang sebagai preseden di mana keadilan dapat dipermainkan, bukan oleh pelanggaran, tetapi oleh seleksi fakta dan audit yang bias.

Tag
Share