Proyek Peningkatan Prasarana Stasiun Kereta Api Lahat - Lubuklinggau Tahun 2022 Seret 2 Tersangka ke Penjara
Press Release Kasus Dugaan Korupsi Proyek Peningkatan Prasarana Perkeretaapian yang menggunakan Dana APBN tahun 2022. (foto : ist)--
BACAKORAN.CO -- Proyek peningkatan prasarana perkeretaapian di Stasiun Lahat - Lubuklinggau Sumatera Selatan yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2022 yang sudah selesai di kerjakan ternyata masih menyisakan masalah.
Pasalnya, proyek dengan kontrak bernilai Rp11,97 Miliar itu diduga terdapat penyelewengan dana alias di korupsi oleh kontraktor pembangunan yang dilakukan kontrak bernilai Rp11,97 yang diduga bekerjasama dengan seorang pejabat pembuat komitmen (PPK) Balai Teknik Perkeretaapian Kelas II Palembang.
Kasus itu kini tengan diusut Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumatera Selatan.
Senin, 15 September 2025, Wadir Krimsus Polda Sumsel AKBP Listiyono Dwi Nugroho kepada wartawan menjelaskan jika pihaknya telah menetapkan dua orang tersangka dalam kasus yang menyebabkan kerugian negara Rp1,95 Miliar itu.
BACA JUGA:Kejaksaan Agung RI Ungkap Pemeriksaan Fitria Yusuf Terkait Dugaan Korupsi Konsesi Tol PT CMNP
BACA JUGA:Heboh, Kereta Api Tak Mau Turunkan Penumpang di Stasiun Prabumulih, 132 Penumpang Meradang
Kedua tersangka yaitu seorang oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) pada Kementerian Perhubungan yang merupkan PPK proyek tersebut bernama Panji Rangga Kusuma dan Achmad Faisal selaku Direktur CV Binoto sebagai perusahaan pelaksana proyek.
AKBP Listiyono Dwi Nugroho mengungkapkan bahwa pengusutan kasus itu berdasarkan penyelidikan yang kemudian diterbitkan Laporan Polisi model "A" yaitu Nomor : LP/A/59/IX/2024, tertanggal 17 September 2024.
Diketahui Laporan polisi model A adalah laporan polisi yang di buat oleh anggota Polri yang mengalami, mengetahui atau menemukan langsung peristiwa yang terjadi, sebagaimana di atur dalam pasal 3 ayat (5) hurup (a) Perkapolri No.6 tahun 2019.
Kemudian setelah serangkaian penyelidikan dan pemeriksaan, penyidik Dirkrimsus Polda Sumsel mengeluarkan beberapa Surat Perintah Penyidikan dan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), termasuk terhadap dua nama utama yang ditetapkan sebagai tersangka.
BACA JUGA:Indonesia Tantang Uzbekistan Rebut Tiket Semifinal FIBA U16 Women's Asia Cup
BACA JUGA:Peserta Wajib Sabar, Menpan RB Ungkap Kepastian Seleksi CPNS 2026 Masih Tunggu Presiden
"Kedua tersangka diduga berperan dalam penyimpangan pelaksanaan kontrak bernilai Rp11,97 miliar tersebut,"jelas AKBP Listiyono Dwi Nugroho.
Temuan ini diperkuat hasil audit investigatif BPKP yang menyatakan adanya penyimpangan aturan dalam pelaksanaan proyek. Pihak kepolisian lalu mengungkap modus operandi dan temuan BPK dari kasus tersebut.
Salah satu temuan polisi yaitu kontrak pekerjaan ditandatangani pada 12 September 2022 dengan target selesai 31 Desember 2022. Namun, proyek di Stasiun Lubuk Linggau baru rampung 23 Januari 2023.
“Namun keterlambatan penyelesaian proyek itu tidak dikenai sanksi denda yang seharusnya dikenakan sebesar Rp248 juta," jelasnya.
BACA JUGA:Anggota TNI Tewas Dibacok Saat Melerai Keributan, Pelaku Ditangkap di Rumah Kosong Wonosobo
Setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, ahli konstruksi menemukan kekurangan volume pekerjaan serta mutu beton yang tidak sesuai spesifikasi. "Hal ini diperkuat oleh Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif BPK RI Nomor: 86/LHP/XXI/12/2024, yang mengungkap kerugian negara,"katanya.
Ahli kontruksi kata Listiyono menemukan, kekurangan volume pekerjaan Rp1,58 miliar, lalu mutu pekerjaan tidak sesuai sebesar Rp121 juta, dan tidak dikenakan denda keterlambatan sebesar Rp248 juta. "Untuk total kerugian negara mencapai Rp1.958.885.447,16," tegasnya.
Dalam proses penyidikan, polisi telah menyita 109 dokumen penting mulai dari kontrak, progres kegiatan, hingga rekening koran. “Selain itu, sebanyak 24 saksi diperiksa, termasuk pejabat Kementerian Perhubungan, pelaksana lapangan, konsultan pengawas, hingga supplier material," urai AKBP Listiyono Dwi Nugroho.
Kedua tersangka dijerat dengan UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yakni Pasal 2 memperkaya diri/orang lain yang merugikan negara dengan ancaman pidana penjara hingga 20 tahun, denda hingga Rp 1 miliar.
Kemudia juga di jerat Pasal 3 penyalahgunaan kewenangan jabatan yang merugikan negara dengan ancaman pidana hingga 20 tahun, denda hingga Rp1 miliar dan Pasal 55 KUHP turut serta melakukan tindak pidana.