BACAKORAN.CO - Kasus dugaan korupsi kuota haji 2024 yang tengah disidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyeret perhatian publik.
Kasus ini membuat 8.400 calon jemaah reguler gagal berangkat ke Tanah Suci, padahal mereka sudah menunggu antrean lebih dari 14 tahun.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa kegagalan keberangkatan ini terjadi karena pembagian kuota tambahan haji tidak sesuai aturan.
Berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2019, kuota tambahan seharusnya 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus, yang biayanya lebih tinggi.
“Harusnya hanya sekitar 1.600 orang yang mendapat kuota khusus. Namun, 8.400 jemaah reguler yang seharusnya berangkat justru dipindahkan ke kuota khusus,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Senin (25/8/2025), dikutip dari SindoNews.
BACA JUGA:DIM RUU Haji Resmi Diserahkan! Pemerintah dan DPR Targetkan Rampung Sebelum Oktober 2025
“Artinya ada 8.400 orang jemaah haji, yang sudah mengantre lebih dari 14 tahun yang seharusnya berangkat di tahun 2024 menjadi tidak berangkat, akibat praktik tindak pendana korupsi ini,” tambahnya.
Pembagian Kuota Tambahan Tidak Sesuai Aturan
Asep menambahkan bahwa Indonesia menerima tambahan 20.000 kuota haji dari Arab Saudi.
Seharusnya, kuota dibagi 92 persen untuk reguler dan 8 persen untuk khusus, namun kenyataannya dibagi 50:50, yaitu 10.000 untuk reguler dan 10.000 untuk khusus.
“Harusnya hanya sekitar 1.600 yang mendapat kuota khusus, tapi ini kemudian 8.400-nya itu yang harusnya menjadi kuota reguler itu dipindahkan jadi kuota khusus,” jelas Asep, dikutip dari iNews.ID.
BACA JUGA:GEMPAR! KPK Ungkap 100 Agen Travel Lebih Diduga Ikut 'Main' Pengurusan Kuota Haji Tambahan
Skema pembagian yang salah ini diduga menguntungkan pihak tertentu, termasuk biro travel penyelenggara haji.