Menurut Igun, pemilihan tanggal aksi bertepatan dengan Hari Perhubungan Nasional bukan tanpa alasan.
Ia menilai momen yang seharusnya menjadi kebanggaan atas kemajuan sektor transportasi justru berubah menjadi simbol kemunduran.
“Hari Perhubungan Nasional yang seharusnya menjadi suatu kebanggaan kemajuan Indonesia pada bidang perhubungan akan menjadi saat yang tepat bagi Asosiasi Pengemudi Ojek Online Garda Indonesia menyuarakan aspirasi mereka,” ujar Igun, dikutip dari CNN Indonesia.
“Terjadi kemunduran di Kementerian Perhubungan sejak Dudy Purwaghandi diangkat oleh Presiden Prabowo menjadi Menteri Perhubungan,” lanjutnya.
Rencana aksi ini diperkirakan berdampak besar pada aktivitas masyarakat, terutama di Jabodetabek.
Dengan ribuan driver yang menonaktifkan aplikasi, layanan transportasi online akan nyaris lumpuh total.
BACA JUGA:Usai Sentil Jokowi, Kini Publik Pertanyakan Keabsahan Ijazah Gibran, Gegara Banyak Kejanggalan?
BACA JUGA:Skandal Kompol Anggraini Diduga Terlibat Hubungan Gelap dengan Irjen KM: Sejak 2018...
Warga yang biasanya mengandalkan ojol untuk bekerja, sekolah, maupun kegiatan sehari-hari dipaksa mencari moda transportasi lain, mulai dari TransJakarta, MRT, KRL, hingga taksi konvensional.
Reaksi publik atas rencana demonstrasi ini terbelah.
Sebagian masyarakat mendukung langkah pengemudi karena menilai potongan aplikator yang tinggi dan sistem kerja yang eksploitatif membuat kondisi driver semakin sulit.
Namun, sebagian lainnya mengkhawatirkan dampak lumpuhnya transportasi daring terhadap mobilitas warga di ibu kota, terutama karena aksi dilakukan pada hari kerja.
Meski menuai pro dan kontra, Garda menegaskan aksi 179 Ojol harus dilakukan sebagai bentuk perlawanan terhadap kebijakan yang tidak berpihak pada pengemudi.
BACA JUGA:Demo Ricuh di Negara Tetangga RI, Mahasiswa-Polisi Bentrok Gegara Mobil Baru DPR!