Ada dapur yang membeli bahan baku terlalu lama sebelum distribusi, padahal aturan menyebut maksimal dua hari sebelum dimasak.
Bahkan, proses memasak dan distribusi makanan kerap melampaui batas waktu yang ditetapkan.
Seharusnya makanan yang dimasak harus segera didistribusikan dalam rentang waktu maksimal enam jam, dengan standar ideal empat jam.
Namun faktanya ada dapur yang memasak sejak pukul sembilan malam dan baru mendistribusikan makanan lebih dari 12 jam kemudian.
Praktik seperti ini tentu meningkatkan risiko makanan basi atau terkontaminasi.
Data BGN hingga 30 September 2025 menunjukkan total 6.517 orang menjadi korban keracunan MBG sejak program ini diluncurkan pada Januari lalu.
Angka itu terbagi atas tiga wilayah besar, yakni 1.307 korban di wilayah I (Sumatera), 4.147 korban di wilayah II (Jawa) termasuk tambahan 60 orang di Garut, serta 1.003 korban di wilayah III (Indonesia Timur).
Jumlah korban yang begitu besar membuat publik bertanya-tanya mengenai kesiapan dan pengawasan pemerintah terhadap program ini.
Dadan sendiri tak menampik bahwa kasus keracunan ini merupakan tamparan keras bagi pemerintah.
Menurutnya, persoalan yang muncul disebabkan oleh kelalaian di lapangan.
“Dengan kejadian-kejadian ini kita bisa lihat bahwa kasus banyak terjadi di dua bulan terakhir. Ini berkaitan dengan berbagai hal, dan kita bisa identifikasi bahwa kejadian itu rata-rata karena SOP yang kita tetapkan tidak dipatuhi dengan saksama,” katanya, dikutip dari Kompas.com.
Instruksi Presiden soal penggunaan alat sterilisasi, air galon, serta filterisasi air kini menjadi langkah darurat untuk menutup celah kelemahan sanitasi.