bacakoran.co - telah menjadi makanan favorit di berbagai kalangan masyarakat indonesia.
dari anak kos hingga pekerja kantoran, mi instan digemari karena harganya yang terjangkau, rasanya yang menggugah selera, dan cara penyajiannya yang praktis.
namun, di balik kepopulerannya, seberapa sehat sebenarnya mi instan, terutama jika dikonsumsi secara rutin?
pertanyaan ini semakin relevan ketika masyarakat mulai membandingkan dua komponen utama mi instan, mi dan bumbu , untuk mengetahui mana yang lebih berisiko bagi kesehatan.
beberapa pun angkat bicara untuk menjelaskan dampak konsumsi mi instan secara ilmiah.
mi vs bumbu: sama-sama perlu diwaspadai
menurut dr. tan shot yen, dokter gizi komunitas dari dr tan & remanlay institute banten, baik mi maupun bumbu mi instan sama-sama tidak sehat jika dikonsumsi berlebihan.
bumbu mi instan umumnya mengandung kadar garam tinggi dan monosodium glutamate (msg), yang terdiri dari natrium dan klorida.
“tubuh memang membutuhkan natrium untuk keseimbangan elektrolit, kerja otot, dan fungsi saraf. tapi jika berlebihan, bisa memicu tekanan darah tinggi,” jelas dr. tan, dikutip dari kompas.com.
kementerian kesehatan ri menyarankan batas konsumsi natrium harian untuk orang dewasa sehat adalah sekitar 2000 mg atau setara satu sendok teh garam.
sementara itu, angka kecukupan gizi indonesia 2019 menyebutkan bahwa kebutuhan natrium bisa lebih rendah, yakni 1000–1500 mg tergantung usia dan jenis kelamin.
msg dalam bumbu mi instan sendiri terdiri dari asam glutamat (78%), natrium (12%), dan air (10%).
menurut who, batas aman konsumsi msg adalah 0–120 mg per kilogram berat badan per hari.
meski tergolong aman, konsumsi msg tetap perlu dibatasi untuk menghindari efek jangka panjang.
mi instan dan karbohidrat rafinasi
komponen mi dalam mi instan berasal dari tepung terigu, yang termasuk dalam kategori karbohidrat rafinasi.
menurut dr. tan, makanan berbasis karbohidrat rafinasi bukanlah bahan pangan utuh dan dapat menyebabkan lonjakan gula darah yang cepat.
“cepat membuat gula darah seperti yoyo. mudah diserap jadi gula darah, lalu anjlok lagi,” ujarnya.
berbeda dengan beras merah atau beras coklat yang masih memiliki kulit ari dan dicerna lebih lambat, mi instan cenderung cepat meningkatkan kadar glukosa dalam darah, yang bisa berisiko bagi penderita diabetes atau mereka yang memiliki resistensi insulin.
cara membuat mi instan lebih sehat
ahli gizi dari universitas gadjah mada (ugm), toto sudargo, menyarankan agar mi instan tidak dikonsumsi sebagai satu-satunya sumber makanan.
“sama seperti makan nasi saja setiap hari, makan mi instan tanpa lauk juga tidak sehat,” ujarnya.
untuk menjadikannya lebih bergizi, toto menyarankan agar mi instan dikombinasikan dengan sumber protein (telur, daging, ikan), sayuran, dan lauk nabati.
dengan begitu, tubuh mendapatkan asupan zat pembangun dan zat pengatur yang dibutuhkan untuk metabolisme dan daya tahan tubuh.
“jika mau yang sehat, maka dibuat menu lengkap. misalnya, mi ditambah telur, daging, atau ikan, ditambah sayur, dan lauk nabati,” tambahnya.
seberapa sering boleh konsumsi mi instan?
terkait frekuensi konsumsi, dr. tan menegaskan bahwa mi instan termasuk produk ultra proses yang bisa memicu berbagai masalah kesehatan jika dikonsumsi tanpa literasi gizi.
produk ultra proses memang praktis dan mendukung industri, tapi bisa menjadi pemicu obesitas dan gangguan gizi, terutama pada anak-anak.
“istilah bahaya itu relatif. gak ada orang makan mi instan lalu kejang-kejang. tapi jadi berbahaya kalau dikonsumsi terlalu sering dan terlalu banyak,” jelasnya.
tidak ada takaran pasti berapa banyak mi instan yang boleh dikonsumsi.
menurut dr. tan, hal ini tergantung pada sensitivitas tubuh dan tingkat kecanduan seseorang terhadap mi instan.
yang perlu diwaspadai adalah gejala yang tidak langsung terasa, seperti hipertensi atau defisiensi gizi.