BACAKORAN.CO - Ketegangan antara Kamboja dan Thailand kembali mencuat ke permukaan dan menjadi sorotan publik internasional menyusul beredarnya sebuah video amatir yang viral di media sosial.
Video tersebut menampilkan konvoi kendaraan lapis baja yang diduga kuat milik militer Kamboja, dan langsung memantik perhatian serta kekhawatiran dari berbagai kalangan.
Unggahan tersebut muncul di akun Instagram @infokomando.official pada Jumat, 25 Juli 2025, dan dalam hitungan jam, ribuan warganet memberikan reaksi, dari komentar analitis hingga spekulatif.
Dalam video berdurasi singkat itu, tampak beberapa unit tank melintasi jalan raya di lokasi yang belum teridentifikasi secara resmi, namun disebut sebagai bagian dari wilayah gerakan pasukan militer Kamboja.
BACA JUGA:Kejati NTB Ingin Kasus Kematian Brigadir Nurhadi Diusut dengan Jelas: Dibuat Lebih Terang!
BACA JUGA:Heboh, 22 Kades dan 1 Camat Lahat Terjaring OTT Terkait Kasus Pungli, Begini Modusnya!
“Pergerakan militer Kamboja semakin intens seiring meningkatnya ketegangan dengan Thailand,” tulis narasi unggahan tersebut.
Ketegangan ini bukanlah hal baru. Konflik Kamboja–Thailand telah berlangsung sejak bulan Mei 2025 dan menunjukkan eskalasi yang terus meningkat.
Akar permasalahan bermula dari insiden tragis di wilayah perbatasan di mana seorang tentara Kamboja dilaporkan tewas dalam bentrokan bersenjata.
Kejadian tersebut memicu kemarahan besar di Phnom Penh, baik dari masyarakat maupun institusi militer.
BACA JUGA:Tragedi Intan Jaya: Warga Sipil Tewas Ditembak KKB di Kampung Wandoga!
BACA JUGA:Viral! Preman Berkedok Jukir di Bundaran HI Peras Rp10 Ribu ke Pengunjung, Kini Berhasil Diamankan
Rasa nasionalisme pun kian berkobar, menciptakan suasana yang semakin panas dan tidak stabil.
Situasi kemudian bertambah rumit ketika pada Februari 2025, muncul perselisihan mengenai Prasat Ta Moan Thom, sebuah candi bersejarah peninggalan Kerajaan Khmer yang lokasinya berada di dekat garis perbatasan kedua negara.
Di kawasan itulah otoritas Thailand melarang warga Kamboja untuk menyanyikan lagu kebangsaan mereka, tindakan yang segera memicu gelombang protes dari warga Kamboja.
Bagi banyak pihak, larangan tersebut dianggap melukai identitas nasional dan menambah bahan bakar dalam api konflik yang sudah menyala.
BACA JUGA:Miris! Jalan Rusak Tak Diperbaiki 8 Tahun, Warga Deli Serdang Tanam Pisang di Tengah Jalan
BACA JUGA:Demo Nelayan Benih Lobster Berakhir Ricuh, Massa Rusak Mobil Damkar Pangandaran dan Pendopo Bupati
Tingkat ketegangan yang terus meningkat memaksa pemerintah Thailand mengambil langkah-langkah darurat.
Mereka mengonfirmasi bahwa sebanyak lebih dari 138.000 warga sipil dan 428 pasien rumah sakit telah dipindahkan dari wilayah perbatasan demi menghindari dampak dari kemungkinan eskalasi militer.
Tak mau kalah, pemerintah Kamboja juga melakukan langkah serupa.
Menurut laporan sejumlah media internasional, lebih dari 20.000 warga dari provinsi Preah Vihear telah dievakuasi ke zona yang dinilai lebih aman.
BACA JUGA:Fakta Kebakaran Hebat di Palembang: Apa Penyebab Sebenarnya?
BACA JUGA:Dedi Mulyadi Balas Sindiran Ahmad Luthfi soal Pejabat Konten: Daripada Gubernur Gak Ngerti Masalah
Hubungan diplomatik antara kedua negara kini berada di titik paling rentan.
Kedua belah pihak saling melempar tuduhan sebagai pemicu konflik. Pernyataan resmi dari masing-masing pemerintah menunjukkan retorika keras dan tidak adanya itikad untuk menurunkan ketegangan.
Dalam perkembangan terbaru, baik Kamboja maupun Thailand telah mengambil langkah ekstrem: memutuskan komunikasi diplomatik dan menutup total jalur perlintasan di sepanjang perbatasan.
Konflik yang sedang berkembang ini menimbulkan kekhawatiran luas di kalangan pemerhati politik dan keamanan regional.
BACA JUGA:Miris! SDN Burangkeng 03 Rusak Parah, Masa Depan Anak Terancam
BACA JUGA:Viral! 3 Bocah di Sragen Coret Bendera Indonesia dengan Tulisan Gaza, Kini Terancam 5 Tahun Penjara
Asia Tenggara dikenal sebagai kawasan yang dinamis namun rentan terhadap gesekan geopolitik.
Situasi di perbatasan Kamboja–Thailand dipandang sebagai ancaman terhadap stabilitas kawasan.
Puluhan ribu orang kehilangan tempat tinggal, dan trauma sosial akibat pemindahan mendadak menjalar ke banyak komunitas.
Sejauh ini belum ada tanda-tanda bahwa konflik akan segera mereda.
BACA JUGA:Parepare Gempar! Truk ODOL Gagal Menanjak dan Hantam Minibus, Ini Faktanya
BACA JUGA:Aksi Heroik Polisi Bandung Selamatkan Bocah SD dari Menara Seluler
Para pengamat menilai, jika tidak segera ditangani, perselisihan ini dapat membesar menjadi konflik bersenjata terbuka yang melibatkan lebih banyak aktor.
Masyarakat internasional, termasuk negara-negara anggota ASEAN serta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), diharapkan segera turun tangan untuk mendorong terciptanya dialog damai.
Peran mediasi dan tekanan diplomatik diyakini menjadi satu-satunya jalan menuju deeskalasi konflik.
Tanpa itu, wilayah Asia Tenggara terancam menghadapi krisis kemanusiaan dan geostrategis yang lebih dalam.