Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah melakukan pemeriksaan dan menemukan kadar BPA yang melebihi ambang batas aman 0,06 ppm pada galon isi ulang di enam wilayah Indonesia yaitu Medan, Bandung, Jakarta, Manado, Banda Aceh, dan Aceh Tengah.
Temuan ini memperkuat urgensi untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap penggunaan plastik polikarbonat dalam produk konsumsi.
Bukti Internasional
Penelitian internasional turut mendukung temuan BPOM.
Studi Harvard tahun 2009 yang dipublikasikan dalam Environmental Health Perspectives menunjukkan bahwa penggunaan wadah polikarbonat selama seminggu dapat meningkatkan kadar BPA dalam urin hingga 69 persen.
Penelitian lain yang dimuat dalam jurnal Food Additives and Contaminants (2008) menemukan bahwa migrasi BPA pada suhu 70°C bisa mencapai 4,83 nanogram per sentimeter persegi per jam.
BACA JUGA:Penjelasan Lengkap Ooforektomi, Operasi yang Dijalani Kiky Saputri, Serta Dampaknya Bagi Kesehatan!
BACA JUGA:7 Dampak Buruk Begadang bagi Kesehatan Tubuh dan Cara Mengatasinya
Sementara studi di Chemosphere (2010) menegaskan bahwa pelepasan BPA meningkat drastis setelah plastik digunakan berulang kali.
European Food Safety Authority (EFSA) bahkan memperketat standar paparan harian BPA pada 2023 menjadi hanya 0,2 nanogram per kilogram berat badan per hari—angka ini 20.000 kali lebih rendah dari batas sebelumnya.
Artinya, kadar BPA yang ditemukan di lapangan kini jauh melampaui ambang batas aman terbaru.
Langkah BPOM
Sebagai respons terhadap temuan tersebut, BPOM mewajibkan pencantuman label peringatan pada galon berbahan polikarbonat yang mengandung BPA.
Tujuannya adalah agar konsumen lebih sadar akan potensi risiko dan dapat memilih opsi yang lebih aman.
Menurut Prof. Chalid, langkah ini sangat penting.
“Konsumen perlu tahu apa yang mereka gunakan setiap hari. Label peringatan adalah bentuk edukasi dan perlindungan,” ujarnya.