Selain itu, isu imigrasi dan tenaga kerja asing juga menjadi topik panas di negaranya.
BACA JUGA:Viral! Rumah Pentolan Aliansi Masyarakat Pati Nyaris Dibakar OTK, Aksinya Terekam CCTV
BACA JUGA:Viral Bendera Robek di Monas Saat Gladi HUT TNI, Ini Penjelasan Resmi TNI
Dalam beberapa waktu terakhir, partai baru bernama Sanseito mulai mencuri perhatian publik dengan retorika anti-imigrasi, menyebut arus pendatang asing sebagai “invasi diam-diam.”
Baik Takaichi maupun Koizumi sempat mencoba menarik pemilih yang memiliki pandangan serupa dengan Sanseito selama kampanye berlangsung.
Namun, Takaichi menegaskan bahwa ia akan meninjau kembali kebijakan imigrasi Jepang dengan pendekatan yang realistis.
“Jepang harus mempertimbangkan kembali kebijakan yang mengizinkan masuknya orang-orang dengan budaya dan latar belakang yang sangat berbeda,” tegasnya dalam salah satu pidato kampanye.
BACA JUGA:Hari ke-5 Evakuasi Korban Musala Ambruk Ponpes Al Khoziny: Tim SAR Temukan 3 Korban MD Lagi
BACA JUGA:Viral Video SPPG di Cipatat Cuci Peralatan Makanan dengan Air Kotor, Dapur MBG Ditutup Sementara
Kemenangan Takaichi juga menandai pergeseran arah politik Jepang dari gaya moderat menuju kebijakan yang lebih konservatif.
Ia berhasil mengalahkan Yoshimasa Hayashi — kandidat moderat yang dijuluki Mr. 119 karena kerap bertindak cepat dalam situasi darurat.
Kini, Takaichi diperkirakan akan memperkuat posisi Jepang di panggung internasional dengan pendekatan politik luar negeri yang lebih keras, terutama terhadap isu-isu keamanan dan pertahanan regional.
Jika dilantik secara resmi oleh parlemen pada 13 Oktober mendatang, Takaichi akan menjadi perempuan pertama yang menjabat sebagai perdana menteri Jepang.
BACA JUGA:Fakta Terbaru Bjorka yang Berhasil Ditangkap Polisi, Ternyata Sudah Lama di Dark Web, Ini Buktinya!
Pencapaian ini bukan hanya bersejarah bagi Jepang, tapi juga menjadi simbol perubahan dalam politik Asia Timur yang selama ini didominasi laki-laki.