BACAKORAN.CO - Di desa Ngestiharjo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, sebuah warung bakso babi Bantul mendadak viral setelah terbuka bahwa produk yang dijual adalah bakso non halal Bantul yang telah beredar puluhan tahun tanpa label yang jelas.
Menurut Dewan Masjid Indonesia (DMI) Ngestiharjo, sekretarisnya, Ahmad Bukhori, menyatakan bahwa warung itu “sudah lama beredar di masyarakat” karena awalnya penjual berjualan keliling kampung sejak era 1990-an.
Kemudian sekitar tahun 2016 ia mendirikan lapak tetap di Ngestiharjo.
Pada awal tahun 2025, DMI Ngestiharjo mulai mendiskusikan keberadaan warung bakso babi Bantul yang tidak mencantumkan keterangan bakso non halal Bantul.
BACA JUGA:Tragis! Mayat Bayi dengan Mulut Dilakban Ditemukan Dalam Ransel di Pinggir Jalan Karawang
“Lalu muncul isu keresahan di wilayah Ngestiharjo ada penjual bakso non halal yang tidak mencantumkan informasi bahwa produk bakso itu nonhalal,” kata dia saat dikonfirmasi.
Masalah muncul karena banyak pelanggan warung tersebut adalah masyarakat muslim, termasuk yang mengenakan hijab, yang tidak mengetahui bahwa produk yang mereka konsumsi adalah bakso non halal Bantul.
“Beberapa orang yang tinggal di daerah sana ada yang tahu kalau itu bakso memiliki kandungan nonhalal. Tapi, kadang orang di sana bisa memberitahu dan kadang tidak bisa memberitahu ke pelanggan,” ujar Bukhori.
Keresahan dari masyarakat mendorong DMI Ngestiharjo melakukan pendekatan ke perangkat wilayah (dukuh, RT) dan pihak penjual.
BACA JUGA:Menkeu Purbaya Balas Kritikan Hasan Nasbi: Gaya Komunikasi ‘Koboi’ Justru Naikkan Kepercayaan Publik
Mereka menyarankan agar pemasangan spanduk jelas-terang bahwa produk adalah non halal.
Penjual semula keberatan karena khawatir pembeli otomatis berkurang jika tertulis bakso babi.
Akhirnya penjual hanya memasang kertas HVS dengan tulisan B2 secara tidak konsisten.
Kemudian DMI Ngestiharjo memutuskan untuk memasang spanduk bertuliskan BAKSO BABI lengkap dengan logo DMI Ngestiharjo, atas persetujuan pemilik usaha.
Namun, karena viral pada Oktober 2025, spanduk tersebut diganti versi kedua dengan logo Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan DMI Ngestiharjo pada 24 Oktober 2025.