Alih-alih mengikuti aturan, kuota justru dibagi rata: 10.000 untuk reguler dan 10.000 untuk khusus.
Ketidaksesuaian ini dianggap sebagai perbuatan melawan hukum karena jelas bertentangan dengan regulasi yang berlaku.
Akibat penyimpangan tersebut, negara diduga mengalami kerugian yang sangat besar.
BACA JUGA:KPK Geledah Kantor Plt Gubernur Riau, Dokumen Penting Disita dari Mobil Dinas
BACA JUGA:Terungkap, Pelaku Peledakan SMAN 72 Jakarta Utara Sering Kunjungi Situs 'Dark Web'
KPK memperkirakan angka kerugian negara dalam kasus ini mencapai lebih dari Rp 1 triliun.
Untuk memastikan jumlah kerugian secara akurat, KPK bekerja sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam melakukan perhitungan.
Kasus dugaan korupsi dana haji ini menjadi perhatian luas masyarakat karena menyangkut kepentingan umat Islam di Indonesia yang setiap tahun menunggu giliran untuk menunaikan ibadah haji.
Kuota haji yang terbatas seharusnya dikelola dengan penuh tanggung jawab dan sesuai aturan, bukan dijadikan ajang penyalahgunaan yang merugikan negara sekaligus umat.
BACA JUGA:Pramono Usulkan Dua Proyek Besar DKI Masuk Proyek Strategis Nasional, Ini Detailnya
BACA JUGA:Penggeledahan Rumah NF di Cilincing, Polisi Temukan Barang Bukti Diduga Terkait Ledakan SMA 72
Dengan langkah-langkah tegas yang telah dilakukan, KPK menegaskan komitmennya untuk menuntaskan kasus ini hingga ke akar-akarnya.
Pemeriksaan terhadap ratusan biro travel, penggeledahan di berbagai lokasi, serta pelarangan bepergian ke luar negeri bagi sejumlah pihak menunjukkan bahwa lembaga antirasuah ini tidak main-main dalam mengusut dugaan korupsi dana haji.
Publik kini menunggu hasil akhir dari penyidikan ini, termasuk siapa saja yang akan ditetapkan sebagai tersangka dan bagaimana proses hukum selanjutnya akan berjalan.