Dalam laporan resminya, ILO menyebut bahwa platform digital cenderung “menyamarkan hubungan kerja formal sebagai kemitraan,” padahal secara substansi, pengemudi sangat tergantung pada sistem dan kebijakan sepihak dari perusahaan.
Oleh karena itu, desakan pengemudi agar potongan diturunkan hingga maksimal 10 persen tidak hanya soal nominal.
Tetapi juga menyangkut isu yang lebih luas: keadilan distribusi ekonomi, perlindungan sosial, dan kesetaraan posisi antara pekerja dan korporasi.
Dengan semakin kuatnya tekanan dari komunitas pengemudi dan meningkatnya perhatian publik, muncul urgensi agar pemerintah baik eksekutif maupun legislatif segera merumuskan regulasi resmi yang mengikat kedua belah pihak.
Entah itu dalam bentuk Undang-Undang Transportasi Online ataupun Perppu sementara dari Presiden.
Hal ini dinilai sebagai langkah mendesak untuk menghindari konflik berkelanjutan dan menjamin kepastian hukum bagi jutaan pekerja transportasi daring di Indonesia.