“KPK merespons sesuai prosedur yang dikuasakan kepada Biro Hukum,” ujar Setyo melalui pesan tertulis yang dikutip dari MetroTVNews.
Kasus suap dana hibah ini sendiri merupakan pengembangan dari operasi tangkap tangan (OTT) pada Desember 2022 yang menyeret nama eks Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua P. Simanjuntak.
Dari hasil penyidikan, KPK menemukan adanya praktik pemotongan dana hibah Pokmas yang seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat, namun hanya diterima antara 55 hingga 70 persen dari total anggaran yang dicairkan.
Sisa dana tersebut mengalir ke pejabat dan pihak tertentu.
“Dalam perkara ini terungkap bahwa penyusunan aspirasi tidak berbasis pada kebutuhan riil masyarakat,” ungkap Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu, dikutip dari CNN Indonesia.
Ia menambahkan, anggaran yang disiapkan untuk program Pokir justru “dikutip” oleh oknum-oknum tertentu.
KPK telah menetapkan 21 tersangka dalam kasus suap dana hibah Jawa Timur ini.
Empat orang ditetapkan sebagai penerima suap, yakni mantan Ketua DPRD Jatim Kusnadi, Wakil Ketua DPRD Jatim Anwar Sadad dan Achmad Iskandar, serta staf Anwar Sadad bernama Bagus Wahyudiono.
Sedangkan 17 orang lainnya diduga sebagai pemberi suap, termasuk Hasanuddin sendiri serta sejumlah pihak swasta dari Gresik, Blitar, Probolinggo, Sampang, hingga Tulungagung.
BACA JUGA:Terkait Kasus Korupsi Bank BJB, KPK Sita Rp1,3 Milyar dari Ilham Habibie, Mercy Ikut Ditarik!
BACA JUGA:KPK Beberkan Alasan Tak Gunakan Pasal Suap dalam Kasus Korupsi Kuota Haji, Ini Penjelasannya
Kusnadi disebut sebagai penerima suap terbesar dengan total mencapai Rp32,2 miliar selama periode 2019–2022.
KPK bahkan telah menyita enam aset tanah dan satu mobil Mitsubishi Pajero milik Kusnadi yang tersebar di Tuban dan Sidoarjo.
KPK juga telah menahan empat tersangka utama, yaitu Hasanuddin, pihak swasta Blitar Jodi Pradana Putra, mantan kepala desa Tulungagung Sukar, dan pihak swasta Tulungagung Wawan Kristiawan.