BACAKORAN.CO - Siapa sangka, istilah beras oplosan yang selama ini bikin masyarakat curiga, ternyata nggak selalu berarti jelek.
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi menyebut jika praktik mencampur beras--yang selama ini dianggap sebagai tindakan curang--sebenarnya bisa jadi hal normal dan legal.
Kok bisa? Itu asalkan dilakukan dengan patuh pada aturan.
“Kata ‘oplosan’ itu memang sering dipakai buat hal-hal negatif. Tapi kalau pencampurannya sesuai standar, pakai bahan yang aman dan halal, itu sah-sah aja kok,” ujar Arief sambil menerangkan pentingnya membedakan antara praktik curang dan pencampuran teknis.
BACA JUGA:Curi Satu Karung Biji Kopi, Remaja Asal Lahat Diikat dan Dihakimi Massa
Ngoplos vs Mencampur: Jangan Disamakan
Arief menjelaskan, yang disebut “oplosan jahat” adalah saat produk berkualitas rendah dicampur diam-diam lalu dijual seolah-olah premium.
Misalnya, minyak goreng murah dicampur lalu dijual dengan harga tinggi--itulah yang keliru.
Sedangkan dalam konteks beras, pencampuran justru bagian dari proses produksi standar.
BACA JUGA:Modus Judi Online Sindikat China–Kamboja, 500 Akun Fiktif per Hari dan Transaksi via Kripto!
BACA JUGA:Erika Carlina Ngaku Hamil 9 Bulan di Podcast Deddy Corbuzier, Netizen Duga Sosok ini...
Contohnya, beras premium memang secara regulasi boleh dicampur broken rice hingga 15%.
“Kalau beras utuh dicampur broken rice 15%, itu malah sesuai standar beras premium. Yang dilarang itu kalau dicampur sama beras busuk lalu dijual premium. Itu baru kriminal,” tegasnya.
Racikan Rasa dan Tekstur, Sesuai Selera Pasar
Lebih lanjut, Arief menjelaskan jika pencampuran beras juga sering dilakukan untuk menciptakan karakteristik tertentu seperti rasa, aroma, dan tekstur.
BACA JUGA:Baru Kenal 1 Minggu Via Medsos, Diajak 'Ngamar' Wanitanya Mau Aja, Eh Ternyata Lelakinya Garong