Selain melanggar peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan dan pengelolaan keuangan negara, para pelaku juga diduga menghindari kewajiban menyetorkan atau melakukan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) senilai lebih kurang Rp14 miliar yang seharusnya dibayarkan ke kas negara atas penggunaan kawasan hutan tersebut.
BACA JUGA:Keracunan Massal di SMPN 8 Kupang: Benarkah Menu MBG Jadi Pemicu?
Kejari Ogan Ilir informasinya juga menemukan dugaan pemalsuan dokumen, penyalahgunaan kewenangan jabatan, serta dugaan gratifikasi kepada sejumlah pejabat desa untuk mempercepat proses “legalisasi” lahan tersebut.
“Kasus ini menjadi bukti nyata bahwa praktik mafia tanah yang melibatkan aparat desa masih menjadi tantangan serius dalam penegakan hukum dan perlindungan aset negara,” katanya.
Tim penyidik masih mendalami sejumlah keterangan dan bukti sehingga tidak tertutup kemungkinan akan ada penambahan tersangka dalam kasus ini.