Prinsip yang sama, katanya, berlaku untuk thrifting barang bekas impor.
Purbaya menegaskan bahwa kebijakan ini dibuat bukan untuk mempersulit pedagang, tetapi untuk menjaga keberlangsungan ekonomi dalam negeri.
Menurutnya, 90% kekuatan ekonomi Indonesia berasal dari permintaan domestik.
Jika pasar dalam negeri dibanjiri barang asing, apalagi ilegal, maka pelaku usaha lokal akan kalah bersaing.
BACA JUGA:Mulut, Tangan dan Kaki Terikat, Guru Perempuan Ditemukan Tewas di Dalam Kamar, Alumni UIN
“Kalau yang domestik-nya dikuasai asing, dikuasai barang asing, apa untungnya buat pengusaha domestik?” ujarnya.
Karena itu, fokus pemerintah saat ini adalah memaksimalkan pasar domestik untuk pemain lokal.
Dengan begitu, industri kreatif dan UMKM Indonesia bisa tumbuh lebih cepat tanpa tekanan kompetisi yang tidak sehat.
Meski menolak legalisasi thrifting impor ilegal, Purbaya tidak memandang para pedagang thrifting sebagai masalah.
Ia justru menilai mereka adalah pelaku ekonomi kreatif yang mampu beradaptasi.
Ia percaya bahwa pedagang thrifting akan mampu beralih (shifting) ke produk-produk lokal yang tidak kalah menarik dan bernilai jual.
Menurutnya, kreativitas pedagang dalam memilih, menata, dan memasarkan produk menjadi modal kuat untuk tetap bertahan, meski tidak lagi menjual barang impor bekas.
Pemerintah pun berupaya menciptakan ekosistem usaha yang sehat dengan mendorong UMKM lokal menghasilkan produk fashion berkualitas tinggi sehingga bisa menjadi alternatif menarik bagi konsumen muda yang selama ini menyukai thrifting.
Sikap Purbaya ini menegaskan bahwa pemerintah tidak akan membuka pintu bagi masuknya barang ilegal, apa pun bentuknya.